Kali Pertama Makan Kimchi

Semalam saya berkesempatan mencicipi masakan Korea di Korean resto yang ada di daerah Lippo dengan teman satu batch di department bersama beberpaa bos dan manager saya yaitu Mr. Cho. Masuk resto di meja sudah dihidangkan beberpa cemilan yang tak lain adalah cabe ijo, bawang puti, lobak, kimchi, dan enath apalagi yang saya gak tau namanya. Awalnya saya mencicipi lobak, dan huee apa ini??? semacam acar yang berbau bawang putih. Dan tibalah menu pertama, dan saya gak tau namanya, semacam bubur ayam tapi ini nasinya masih dalam keadaan utuh seperti halnya ayam yang disajikan utuh dan itu hanya setengah porsi. hueeheheh.. Makannya dicampur dengan garam khas Korea. Enak sih, ada gingsengnya dan apa lagi yaaa.. entahlah tapi porsi yang katanya setengah itu sudah membuat saya cukup kenyang.

Menu kedua yang hadir, mereka menyebutnya capcay, tapi bagiku itu adalah bihun goreng, heheh. Ada potongan daging sapi, jamur, dan sayuran juga.Yaa,, cukup menikmati beberapa ayunan sumpit. Menu ketiga adalah apa yaa,, hehe saya sama sekali tidak tau namanya apa, sejenis koloke. Daging yang digoreng tepung dan disiram dengan saus asam manis. Enaakkk,, tapi nyemilnya gak bisa banyak2 karena kondisi perut saya yang sudah mau meledak.. heheh

Saya pikir menu2 tersebut sudah selesai, akhirnya saya memberanikan diri mencicipi yang namanya kimchi. Ohh bau bawangnya sangat menyengat sodara, cuckup satu potongan kecil saja yang masuk perut saya. Eng ing eengg.. ada satu menu lagi yang keluar lagi2 dengan setengah porsi. Sejenis mi pangsit kering, tapi ini bumbunya manis dan ada potongan baby guritanya. Oh My, akhirnya saya mencicipi dan hanya makan potongan2 gurita itu. Perut saya hampir meledak rasanya.. Wkwkwkk,, dasar lidahnya orang jawa dikasih makanan korea bilang kurang pedes dan gak enak. huehehehe... Yaa,, kalo untuk yang kedua kalinya gak kali ya, mungkin bisa aja mau tapi tanpa bau bawang putih, hehehe

[Review] Bidadari Bidadari Surga

source
"Dan sungguh di surga ada bidadari-bidadari bermata jeli (Al Waqiah: 22). Pelupuk mata bidadari-bidadari itu selalu berkedip-kedip bagaikan sayap burung indah. Mereka baik hati lagi cantik jelita (Ar Rahman: 70). Bidadai-bidadari surga, seolah adalah telur yang tersimpan dengan baik (Ash-Shaffat:49)."
Dengarkanlah kabar bahagia ini.
Wahai, wanita-wanita yang hingga usia tiga puluh, empat puluh, atau lebih dari itu, tapi belum juga menikah (Mungkin karena keterbatasan fisik, kesempatan, atau tidak pernah 'terpilih' di dunia yang amat keterlaluan mencintai materi dan tampilan wajah). Yakinlah, wanita-wanita salehah yang sendiri, namun tetap mengisi hidupnya dengan indah, berbagi, berbuat baik, dan bersyukur. Kelak di hari akhir sungguh akan menjadi bidadari-bidadari surga. Dan kabar baik itu pastilah benar, bidadari surga parasnya cantik luar biasa. 
Kalimat di atas hanyalah epilog dari novel yang baru saja saya selesaikan dalam 3 hari ini. Buku dengan tebal lebih dari 350 lembar benar-benar sukses membuat saya mengharu biru. Sedih. Cemas. Takut. Bahagia. Bersyukur. Semuanya terasa menyatu dalam hati ini ketika tuntas membacanya. Bagaimana tidak, cerita ini sungguh sederhana, tentang kehidupan anak manusia. Tentang cinta dan ketulusan. Tentang janji dan tanggung jawab yang begitu jujur dari seorang aktor utama bernama Laisa. Dia seorang anak sulung, kakak tiri tepatnya. Tapi janji yang dia ikrarkan begitu sakral untuk diingkarinya. Janji untuk mengorbankan dirinya untuk adik-adiknya.

"KAU ANAK LELAKI DALIMUNTE! Anak lelaki harus sekolah! Akan jadi apa kau jika tidak sekolah?" Itulah kalimat tegas kak Laisa saat sedang memergoki salah satu adiknya bolos sekolah dan bermain di sungai. Ya. Laisa mengorbankan sekolahnya agar bisa membantu mamaknya di ladang, tidak lain agar adik-adiknya bisa melanjutkan sekolah. Laisa yang telah berjanji kepada babaknya untuk selalu menjaga adik-adiknya. Ehm, satu hal dari saya pribadi, perempuan juga harus sekolah, perempuan juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak, perempuan juga berhak menjadikan mimpinya menjadi nyata.

Dalimunte lah adik yang paling penurut dan pintar. Di suatu perkumpulan rutin warga, dia membuat sebuah penemuan baru, yaitu 5 buah kincir air yang nantinya akan dipasang di cadas sungai untuk mengairi lahan warga sehingga tak bergantung pada hujan. Laisa. Kak Laisa lah yang membantu Dalimunte saat dipermalukan oleh beberapa pemuda kampung. Kak Laisa tidak akan membiarkan Dalimunte dipermalukan. Dengan nada yang begitu yakin, tegas tapi tenang semua warga akhirnya menyetujui penemuan baru Dali. Jika harus ada yang kecewa dan malu, itu adalah ia, bukan adik-adiknya.