sumber |
Pembicaraan tentang masalah upah atau gaji selalu menjadi topik yang cukup sensitif. Entah itu bagi kalangan pengusaha sendiri, maupun dari kalangan pekerja. Pihak pengusaha sebenarnya tidak terlalu ingin direpotkan mengenai hal seperti ini. Oleh karenanya, pengusaha biasanya menunjuk manajer Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menegosiasikan gaji dengan para karyawan. Hal yang lazim ditemui ialah manajer SDM sering mendapatkan tekanan dari bawah karena karyawan tidak puas dengan sistem pengupahan yang diberlakukan. Di sisi lain seorang manajer SDM dituntut untuk mampu mengayomi kemauan pihak manajemen dan pengusaha sehingga manajer SDM sering berada dalam tekanan emosional yang besar untuk masalah pengupahan ini.
Harus diakui bahwa dalam beberapa kasus pengusaha terkadang terlalu memaksakan kehendaknya terkait dengan masalah pengupahan. Salah satu contoh termutakhir adalah ketika Kabinet Pemerintahan Presiden Joko Widodo meluncurkan Kebijakan Paket Ekonomi Jilid IV. Kebijakan yang diluncurkan oleh pemerintah tersebut mempunyai indikasi kuat bahwa pemerintah mendukung pengusaha karena pengusaha selama 5 tahun ini mengeluh mengenai demonstrasi kenaikan UMR dan ketidakpastian mengenai sistem pengupahan. Jika diteliti lebih dalam masalah pengupahan ini adalah masalah yang bersifat internal perusahaan dibandingkan dengan masalah eksternal perusahaan.
1. Upah Berbasis Produktivitas
Jika sebuah perusahaan menggunakan penetapan standar berdasarkan produktivitas, upah karyawan diberikan berdasarkan banyaknya jumlah barang atau jasa yang diproduksi atau dijual. Sistem pengupahan seperti ini bisa dikatakan sebagai sistem pengupahan yang sangat obyektif karena didasarkan oleh perhitungan matematis yang teliti. Umumnya sistem upah seperti ini diberlakukan secara khusus kepada mereka yang berada di bagian produksi, bagian sales, bagian purchasing, dan bagian logistik. Biasanya sistem pengupahan berbasis produktivitas sangat menekankan pada uang insentif dan tunjangan-tunjangan.
2. Upah Berbasis Jabatan
Dasar penetapan kedua adalah upah yang didasarkan pada jabatan seseorang. Semakin tinggi jabatan yang diduduki oleh seseorang maka penghasilannya juga akan semakin tinggi. Biasanya sistem pengupahan seperti ini sangat mengutamakan pengalaman kerja seseorang, tingkat pendidikan dan pengetahuan di bidang tertentu. Pengupahan dengan sistem seperti ini adalah cara yang paling umum digunakan. Perusahaan-perusahaan dengan sistem ortodoks masih memakai sistem ini dikarenakan tradisi dari perusahaan industri dari abad ke-20 yang mendasarkan perhitungan upah dari jabatan yang dipegang oleh seseorang. Alasan perusahaan tradisional memakai sistem pengupahan seperti ini dikarenakan lebih mudah dalam membuat stratifikasi dan pengelompokan karyawan.
3. Upah Berbasis Pengetahuan dan Keahlian
Upah berbasis pengetahuan dan keahlian memiliki dasar-dasar yang bertolak belakang dengan sistem penetapan upah berdasarkan jabatan. Dasar dari sistem pengupahan seperti ini banyak ditemukan di zaman modern. Hal ini dikarenakan tuntutan zaman yang sudah berubah. Saat ini seorang karyawan digaji didasarkan pada spesialisasi keahlian yang didalaminya. Dengan penetapan upah seperti ini diharapkan kinerja dan kontribusi seorang karyawan terhadap perusahaan bisa maksimal. Salah satu contoh dimana perusahaan memberlakukan upah berbasis keahlian adalah akuntan dan staff IT.
Khusus untuk upah yang didasarkan pada pengetahuan saja biasanya diterapkan pada akademisi. Dosen adalah profesi yang menuntut pengetahuan yang dalam mengenai satu bidang. Setiap dosen biasanya memiliki spesialisasi dalam satu bidang yang sangat kuat dan hal itulah yang menjadi tolak ukur atas harga yang pantas diberikan kepada mereka. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengalaman seorang dosen, semakin tinggi pula pendapatan yang ia terima.
4. Upah Berbasis Kompetensi
Apa bedanya kompetensi dengan keahlian? Kompetensi mencakup segala pengetahuan, keterampilan termasuk sikap. Kompetensi mencerminkan seluruh integritas yang dimiliki seorang karyawan. Pada sistem ini upah diberikan berdasarkan kompetensi yang dimiliki oleh seseorang. Kompetensi yang dimiliki oleh seorang karyawan dinilai oleh perusahaan berdasarkan kesesuaian perilaku karyawan terhadap gambaran level kompetensi yang ia miliki. Kelemahan dari sistem pengupahan seperti ini adalah masih terlalu abstrak. Penilaian yang dilakukan juga bisa bersifat bias.
Jika diambil kesimpulannya bisa dikatakan bahwa poin 1-3 adalah dasar pengupahan yang paling jamak digunakan oleh perusahaan. Hal ini terkait dengan penilaian upah yang bisa dikatakan obyektif dan bisa diukur dengan mudah sedangkan poin ke 4 bisa menjadi alternatif apabila adalah kasus khusus.
Sumber : Aprinto, Brian & Fonny Arisandy Jacob. 2013. Pedoman Lengkap Profesional SDM Indonesia. Jakarta : PPM Manajemen.
Masih ada yang kurang neng, Penetapan upah berdasarkan demo buruh dan janji politik....
ReplyDelete