Do I have to continue this marriage?
Pertanyaan itu akhir-akhir ini muncul saat semua persiapan sudah hampir selesai. Rasanya pengen kabur saja kalo ditanya orang tentang persiapan nikah yang super ribet itu. Kenapa harus mengeluarkan puluhan juta uang hanya untuk meriahnya pesta semalam. Kenapa harus menikah dengan dia yang belum tentu akan memberikan kebahagiaan untuk saya? Kenapa harus mengorbankan masa depan untuk hidup melayani laki-laki yang mungkin suatu saat nanti akan marah kepada saya? Kenapa harus dia? Ya, begitulah otak saya berpikir beberapa hari ini. Setelah lamaran, semua emosi berjalan mulus, sesuai dengan yang saya harapkan. Namun, sebulan menjelang pernikahan, emosi saya berubah total. Saya menjadi orang lain yang saya sendiri tidak mengenalinya. Apakah saya terkena Premarital Syndrome? Atau bridezilla yang kadang saya menyebutnya bride to be gila.
Kebanyakan calon pengantin, terutama bride to be, mengalami yang namanya Premarital Syndrome. Dan setelah konsultasi ke beberapa rekan kerja yang sudah menikah, memang benar adanya. Premarital Syndrome itu ada, dan mungkin saat ini saya sedang terjangkit virus tersebut. Banyak sekali keraguan dan pikiran negatif yang tiba-tiba saja muncul seenaknya mengisi otak saya.
Is he the right man?
Agak sombong memang jika saya memikirkan hal tersebut, tapi itu yang saya kuatirkan. Apakah dia bisa membuat saya bahagia selamanya? Apakah dia bisa memenuhi semua kemauan saya? Dia yang nantinya akan hidup bersama saya sampai akhir hayat. Benar, cukup satu orang dan satu pernikahan saja dalam hidup saya. Bagaimana jika dia nanti membuat saya menangis? Bagaimana jika dia nanti marah kepada saya? Semacam itulah pikiran-pikiran kotor tentang si mas, belum lagi rasa penasaran saya pada si brondong manis yang sedang genit-genitnya sama saya, hehehe. Pikiran tersebut terus menghantui saya setiap malam, hasilnya insomnia menyerang selama kurang lebih 2 minggu ini. Akhirnya, saya sampaikan hal tersebut kepada si mas. Dan jawabannya, "Besok tes baca Al-Qur'an ya, Dek. Ayatnya, Mas yang menentukan."
Dorrr.... itulah calon suami saya. Dia selalu punya cara untuk membuat saya kembali bertekuk lutut kepadanya. Dengan cara yang aneh tapi saya suka, haha. Besoknya selepas isya', dia langsung telpon dan menyebutkan ayat yang harus saya baca. Sesudahnya si mas berkata, "Coba dibaca lagi postingan di blog yang pernah dibuat, kamu sendiri yang bisa melawan keraguanmu itu, oke?". Bernostalgia-lah saya dengan puluhan tulisan yang saya ciptakan untuk dia yang sekarang menjadi calon suami. Saya runut kembali kriteria calon suami yang pernah saya buat, dan saya cocokkan dengan si mas. Sebagian besar memenuhi keinginan saya, pun sudah mengenal dia lebih dari 6 tahun. Dan kembali keyakinan itu saya tanamkan dalam diri, tidak ada manusia yang sempurna, bisa jadi lelaki ini akan menjadi yang terbaik dalam hidup saya. Ladang pahala saya.
Goodbye freedom
Salah satu hal yang membuat saya belingsatan ya tentang masa depan dalam artian karir yang harus saya tinggalkan. Impian untuk pindah kerja ke oil harus saya ganti dengan resign secepatnya setelah menikah. Tidak ada lagi gaji yang setiap bulan selalu mengalir dan bisa saya belanjakan secara impulsif. Tidak ada lagi jalan-jalan bebas apalagi kami harus pindah kota karena si mas mutasi tempat kerja, tidak ada lagi bronis-bronis yang silih berganti mencari perhatian pada saya (ini saya heran, kok bisa para bronis ini kepincut sama saya). Menjadi ibu rumah tangga, memasak (kalo ini saya suka) tiap hati, beres-beres rumah, ngasuh anak. Kyaaa...... just gimme freedom, please?
Mungkin karena sedang terjangkit Premarital Syndrome, makanya jadi narrow minded seperti itu. Dengan bantuan si mas, saya buang pikiran itu jauh-jauh. Pernikahan bukanlah penjara, mungkin nanti kami berdua akan kehilangan banyak sekali kesenangan disaat masih melajang. Tapi kami belum tau kesenangan apa yang akan ditemui saat telah berdua, kata orang setelah menikah lebih asyik dan banyak kesenangan yang didapat, aamiin. Masalah kerjaan yang harus saya tinggalkan, Alhamdulillah si mas memberi kebebasan untuk kembali bekerja dengan syarat tidak melupakan kewajiban sebagai seorang istri. Dan tenyata si mas bersedia jadi penggemar setia saya hingga saya menjadi nenek-nenek. He is too sweet, rite?
Sensitivitas bertambah
Ini yang saya alami akhir-akhir ini saat menyiapkan pernikahan. Emosi menjadi lebih labil, saya yang keras kepala ini menjadi gampang marah jika ada hal yang kurang dalam menyiapkan pernikahan. Sepertinya ada saja masalah kecil yang datang menjadi lebih besar di mata saya. Kondisi semakin menegang saat beberapa waktu lalu keuangan sempat kritis karena harus dibagi dengan bayar DP rumah, apalagi pesta yang kami lakukan benar-benar mandiri dari segi keuangan. Sempat berpikiran untuk membatalkan resepsi, untungnya ada kabar baik kalo si mas dapat bonus penilaian di kantornya dengan jumlah dobel. Rejeki emang gak tau kapan datangnya, Alhamdulillah. Dan penolong kegalauan emosi saya adalah mamah dan calon ibu mertua. Mereka berdua selalu hadir untuk memberikan ketenangan hati, menyuntikkan kembali energi sabar yang lebih besar. Sampai sekarang memang masih suka labil kalo ada printilan yang gak pas, mungkin sifat dasarnya bride to be kali yaa.
Tiga poin itu sih yang saya rasakan yang bisa dibilang sebagai Premarital Syndrome, maju mundurnya niatan seharusnya sudah dibulatkan dari awal dengan cara Istiqoroh dan istiqomah, karena jika suatu saat nanti mengalami keraguan tinggal dikembalikan pada niatan awal untuk menikah, dengan pilihan sendiri. Menikah adalah sutau hal yang baik, InShaa Allah akan mendapat jalan yang terbaik, begitu kan?
Goodbye freedom
Salah satu hal yang membuat saya belingsatan ya tentang masa depan dalam artian karir yang harus saya tinggalkan. Impian untuk pindah kerja ke oil harus saya ganti dengan resign secepatnya setelah menikah. Tidak ada lagi gaji yang setiap bulan selalu mengalir dan bisa saya belanjakan secara impulsif. Tidak ada lagi jalan-jalan bebas apalagi kami harus pindah kota karena si mas mutasi tempat kerja, tidak ada lagi bronis-bronis yang silih berganti mencari perhatian pada saya (ini saya heran, kok bisa para bronis ini kepincut sama saya). Menjadi ibu rumah tangga, memasak (kalo ini saya suka) tiap hati, beres-beres rumah, ngasuh anak. Kyaaa...... just gimme freedom, please?
Mungkin karena sedang terjangkit Premarital Syndrome, makanya jadi narrow minded seperti itu. Dengan bantuan si mas, saya buang pikiran itu jauh-jauh. Pernikahan bukanlah penjara, mungkin nanti kami berdua akan kehilangan banyak sekali kesenangan disaat masih melajang. Tapi kami belum tau kesenangan apa yang akan ditemui saat telah berdua, kata orang setelah menikah lebih asyik dan banyak kesenangan yang didapat, aamiin. Masalah kerjaan yang harus saya tinggalkan, Alhamdulillah si mas memberi kebebasan untuk kembali bekerja dengan syarat tidak melupakan kewajiban sebagai seorang istri. Dan tenyata si mas bersedia jadi penggemar setia saya hingga saya menjadi nenek-nenek. He is too sweet, rite?
Sensitivitas bertambah
Ini yang saya alami akhir-akhir ini saat menyiapkan pernikahan. Emosi menjadi lebih labil, saya yang keras kepala ini menjadi gampang marah jika ada hal yang kurang dalam menyiapkan pernikahan. Sepertinya ada saja masalah kecil yang datang menjadi lebih besar di mata saya. Kondisi semakin menegang saat beberapa waktu lalu keuangan sempat kritis karena harus dibagi dengan bayar DP rumah, apalagi pesta yang kami lakukan benar-benar mandiri dari segi keuangan. Sempat berpikiran untuk membatalkan resepsi, untungnya ada kabar baik kalo si mas dapat bonus penilaian di kantornya dengan jumlah dobel. Rejeki emang gak tau kapan datangnya, Alhamdulillah. Dan penolong kegalauan emosi saya adalah mamah dan calon ibu mertua. Mereka berdua selalu hadir untuk memberikan ketenangan hati, menyuntikkan kembali energi sabar yang lebih besar. Sampai sekarang memang masih suka labil kalo ada printilan yang gak pas, mungkin sifat dasarnya bride to be kali yaa.
Tiga poin itu sih yang saya rasakan yang bisa dibilang sebagai Premarital Syndrome, maju mundurnya niatan seharusnya sudah dibulatkan dari awal dengan cara Istiqoroh dan istiqomah, karena jika suatu saat nanti mengalami keraguan tinggal dikembalikan pada niatan awal untuk menikah, dengan pilihan sendiri. Menikah adalah sutau hal yang baik, InShaa Allah akan mendapat jalan yang terbaik, begitu kan?
Semoga lancar proses nikahnya sampai hari H. Dimantapkan dan dimudahkan ya, aamiin
ReplyDeleteaamiin ya Rabb.. makasih mba..
DeleteSi Mas nya so swittt :3
ReplyDeletesemoga langgeng ya Mbak.. aamiin :)
si mas so sweetnya angin-anginan hahahah
Deletemakasii Za..
Saya msh ingat sodara, mau akad dia bilang gak mau.... Jgn setres ye, kan pilihan kau
ReplyDeleteiyeepp bener.. uda milih sendiri, niat awal ditata dulu biar ntr gak kabur hahaha
DeleteWaww so sweet Hiehiehieei Tapi saya suka tulisannya. Cerdas dan memberikan pencerahan untuk dan sesudah pernikahan. Indahnya kebersamaan dalam bingkai suami istri.
ReplyDeleteterima kasih :)
DeleteTerimakasih udah nulis kaya gini. Saya ngga kepikiran sebelumnya. Jadi bekal lah buat saya ntar. Hehe. :)
ReplyDeletesama-sama :)
Deletesaya mah ga ngalamin premarital syndrom :D masa2 puncak galaunya udah terjadi 2 thn sbelum nikah, jd mnuju hari H udah yakin bgt lah kalau dia itu the one hihihi...
ReplyDeletesmoga lancar ya smuanya ;)
senangnyaaa.. bahagia selalu ya mbaa Lia...makasihhh :)
Deleteemang kayak gitu yu klo mau nikah, kadang ada aja hal2 enggak tertuga dan Premarital Syndrome salah satu diantaranya. semoga lancar yu acaranya
ReplyDeletebenerrrr.. banyak hal tak teerduga.. kamu gak kehilangan aku om?
Deletemantep, salam kenal...
ReplyDeleteSemoga lancar ya, mba ayu. Godaan orang mau nikah ya gitu. :D banyak dzikir inshaa Allah lancar pas akadnya. ♥
ReplyDeleteaamiin.. terima kasih mb ila :)
DeleteWajar, tetap berdoa n menyerahkan semua kepada ALloh, lancar yaaa...
ReplyDeletemakasih mbaa.. aku suka baca blogmuuu :)
DeleteAku ngalamin masalah ini justru pas malam midadareni...
ReplyDeletewaaa.. itu sehari sebelum akad ya mbaa..
Deletekehadiran orang tua memangpenting :)
ReplyDeletebener banget.
Deletemesti periksa ke mana kalo ngerasa kena sindrom itu? Kayaknya gue kena, deh! Bhahaha, btw ... moga itu gak terjadi buat Ayu ... Lancar Jaya dah pokoknya! :)
ReplyDeleteperiksa ke tukang urut hahahah.. makasih, btw, kang :)
DeletePernikahan memang tahap paling besar dalam hidup. Yang biasanya sendiri aja, ketika menikah, akan ada perubahan 'mendadak'. Iya bener, niat awalnya menikah untuk apa. Jadi ketika nanti ada kerikil-kerikil dalam pernikahan, ya kembali lagi ke niat awalnya. Semoga berjalan lancar ya Ayu!
ReplyDeleteaamiin.. makasih mba mayyaa.. :)
DeleteSemoga lancar pernikahannya :D
ReplyDeleteKalau punya calon suami seperti itu mah Premarital Syndrome bakal lekas sembuh, hehe
tinggal menunggu postingan selanjutnya, haha post foto-foto pernikahan :)
aamiin.. terima kasih ya :)
Deletesemoga lancar ay sakinah mawadah warohmah....
ReplyDeletesemoga lancar ya mbak :)
ReplyDeletemakasih, Isha :)
DeleteAku jg lagi ngalamin hal ini dan itu beraaat bangetttt . Hiiiiks minta cp nya mbaak biar bs sharing :(
ReplyDelete