Wedding Organizer, Perlukah?
Sebelumnya saya sangat anti jika mendengar kata WO, padahal saya sendiri sering dipercaya menjadi bagian dari planner. Nah, berbekal dari banyaknya pengalaman merancang serangkaian acara itulah saya sombongkan diri untuk memutuskan mengurus pernikahan secara mandiri, tanpa banatuan WO. Alasannya gampang saja, jasa WO itu mahal. Terlebih lagi saya dan calon suami melaksanakan pesta pernikahan dengan biaya mandiri tanpa bantuan dana dari orang tua, jadi sebisa mungkin berhemat. Segalanya berjalan lancar 2 bulan seusai lamaran, namun pada postingan ini saya menjelaskan bahwa jarak adalah hambatan terbesar untuk mengurusi segala macam hal yang cukup membuat stress. Komunikasi dengan vendor pernikahan hanya bisa dilakukan melaui telepon, sms, dan email. Sedangkan saya butuh untuk melihat secara langsung barang dan produk yang harus digunakan untuk pesta. Dan, menyerahlah saya.
Berawal dari penemuan gedung yang pas di hati dan di harga, ternyata pengelola gedung tersebut seorang wedding planner yang menawarkan bantuan untuk mengurusi persiapan pesta pernikahan kami. Saya dan si mas tidak langsung setuju memang karena menimbang paket harga yang diberikan. Selang 2 minggu, ibu saya mengabarkan harga baru hasil kongkalikong beliau dengan pemilik WO. "Oke, Mah, Deal!", alasan utama harga terjangkau (tidak keluar dari budget yang kami tentukan) yang sudah termasuk jasa mereka untuk mempersiapkan pesta kami. Dan alasan lainnya yang sudah saya rasakan adalah: