|
Gapura di Mentaya Seberang, pengennya foto dari depannya tapi sedang banyak pria berkumpul dan suami enggan untuk ke sana, maybe next time I can give you guys the great picture of it |
Minggu lalu saya dan suami bertandang ke Mentaya Seberang karena rasa penarasan atas kampung yang berada di seberang sungai Mentaya. Menurut suami yang pernah bertandang ke daerah tersebut, Mentaya Seberang adalah nama daerah yang merupakan bagian dari Mentaya Hulu yang berisi beberapa rumah dan selebihnya adalah hutan.
|
Jembatan kayu menuju perahu penyeberangan. Beneran cuma dikasih penghubung kayu (yang diinjak) untuk menghubungkan perahu dan terminal. Entah mengapa saya menyebutnya terminal, suami pun demikian. Rada ngeri pas turun. |
|
Kapal tujuan Batam di sebelah terminal. Sebelah kiri pun ada kapan motor milik Basarnas yang selalu stand by dan beberapa kapal besar lainnya di sekitar sungai. |
Minggu sore sekitar jam empat sore kami berangkat dari rumah ke terminal penyeberangan yang lokasinya berada di dekat
pelabuhan Pelni cabang Sampit. Untuk bertandang ke Mentaya Seberang, kami dan semua orang menggunakan satu-satunya alat transportasi yaitu perahu motor. Ada dua tipe perahu yang tersedia di pelabuhan sungai Mentaya, yang pertama dinamakan
‘klothok’ yaitu perahu motor kecil yang geraknya lebih cepat dan harga sewanya lebih mahal. Tiga puluh sampai lima puluh ribu untuk menyewa satu
klothok sekali penyebrangaan. Yang kedua
perahu motor yang lebih besar dan lebar dan bisa digunakan secara massal. Perahu besar inilah yang menjadi transportasi sehari-hari yang menghubungkan Mentaya Hulu dan Mentaya Seberang. Sekali penyebrangan bisa mengankut lebih dari dua puluh motor dengan tarif lima ribu saja permotor. Jika dua motor ada dua orang maka tetap bayar lima ribu saja. Geraknnya memang lebih lambat dari
klothok tapi sekali menyebrang cuma membutuhkan waktu sekitar 7-10 menit saja. Cukup menyenangkan tapi kalau lama-lama bisa masuk angin, hehe.
|
Suasana di dalam perahu penyeberangan. Sepi, karena penumpang lebih memilih duduk di luar. Goyangan perahunya lama-lama bikin mual dan pusing. |
|
Berangkat menuju Mentaya Seberang. Motornya seperti di parkir gitu aja dan saya takjub lihat mas-mas yang duduk di ujung perahu seperti itu. Kok gak serem |
|
Terminal di Mentaya Seberang. Ini malah lebih serem lagi, jembatannya rapuh. |
Setelah turun dari perahu langsung di hadapkan pada desa Mentaya Seberang yang kecil. Hampir semua rumah adalah rumah panggung yang terbuat dari kayu. Luas desanya saya perkirakan kurang dari 1 kilometer di setiap sisinya. Desa yang sungguh kecil, kalau dibadingkan dengan desa di Lamongan, mungkin Mentaya Seberang hanya satu RT saja. Yang unik adalah terdapat kantor polisi kecil dan puskesmas. Ada sebuah perahu motor bentuk boat yang bertuliskan puskesmas keliling. Konon kata suami, penduduk Mentaya Seberang kebanyakan adalah penduduk asal Madura dan garupa bertulisan “Welcome to Sampit” pernah hampir ditulis “Welcome to Sampang”, entah benar atau tidak tapi itu cerita dari mulut ke mulut.
|
Kondisi jalan di Mentaya Seberang. Hampir semua jalan dari kayu ulin. Nah ini I wonder adakah mobil yang masuk sini, saya sih belum ketemu mobil tapi kata suami bisa |
|
Salah satu rumah di Mentaya Seberang. Coba lihat bangunan kecil di belakang, itu adalah toilet dan saat itu ada beberapa anak kecil yang mandi di sekitarnya, kind of yuck! |
Tidak lebih dari 10 menit kami berkeliling di Mentaya Seberang dan langsung kembali ke perahu yang sedang bersandar untuk menunggu pemumpang kembali ke Hulu. Sembari menunggu perahu berangkat, ternyata menikmati sore dan matahari yang sedang tenggelam dengan beberapa kapal besar di sekitar adalah sebuah kedamaian baru yang saya saya temukan. Semoga nanti bisa mencoba berkeliling dengan bis air atau mudik dengan kapal? Hmm.. rasanya tidak kalau harus mudik dengan kapal, hehe.
|
Bonus foto, hehe. Ini foto di ambil dari dek perahu yang cuma diberikan pagar kayu. Rada serem sih sebenernya tapi anginnya asoy kalau nyender di dek perahu |
Ciyeee senyumnya pink nih hahai
ReplyDeleteKlo naek klotok aku pusing g tau knapa
Btw rumah2nya berasa adem gitu ya karena dari kayu..
aku belum pernah masuk sih mbak ke rumah kayu, tp keren aja bisa tahan lama
Deletedi daerah kami banyak sepertiini, perahu buat nyebrangnya kecil banget malah.... indahnya indonesia ya mbak...
ReplyDeleteindah banget bundaa.. baru di sampit ini saya coba nyebrang sungai
Deletewow serasa bulan madu aja nih mbaaaak...tengkyu bisa ikutan menikmati Mentaya seberang pulau :)
ReplyDeletewwkkwkwk.. bulan madu di kali
DeleteSeneng banget ya mak, oleh2nya mana?? Hehe
ReplyDeletegak belanja apa2 mak,, wong gak ada apa2
DeleteSenangnya jalan-jalan. :)
ReplyDeleteapalagi sama suami :)
DeleteWaaah jadi inget nyebrang pake ponton gini di Riau. Aku suka ke tempat2 spt ini. Kota besar bikin stress :)
ReplyDeleteaku stress mbak di sini, belum terbiasa hehe
DeleteKebanyakan warga kota di Kalimantan menyebut warga pedalaman di seberang sungai dengan daerah seberang ya. Waktu saya di Balikpapan juga gitu. Ada daerah 'Seberangnya'.
ReplyDeleteTransportasinya juga pakai perahu motor gitu. Tapi dermaganya jauh lebih modern.
biasanya seberang memang lebih kecil tempatnya selebihnya hutan
Deleteperjalanan yang menyenangkan tampaknya. khas daerah tepi sungai di pulau kalimantan.
ReplyDeleteoh, gak smp nginep ya pas ke sana?
ReplyDeleterumah rumahnya luar biasa ya
ReplyDeletesampe punya toilet di luar gitu, kalo malem malem pingin pipis misalnya.. gimana tuh...
widih, seru ini berpetualang menyusuri sungai. Di pontianak juga ada. sungai kapuas hehehe apalagi penumpangnya keren, pake helm
ReplyDeleteSeru ya Mbak, pemandangannya juga oke :)
ReplyDeleteGa bisa snorkeling ya di sana?
ReplyDelete