Jogja, Yang Kurindu

Semalam, sahabat sedari kuliah mengatakan sedang plesir ke jogja, menikmati malam di sebuah angkringan. Ah, saya rindu saat-saat itu. Akhir tahun lalu kami menikmati pesona pantai di jogja dan juga mengunjungi kawasan mistis yang ternyata fotonya sudah ada di draft postingan saya sejak beberapa bulan yang lalu. Pada kunjungan ke jogja tahun lalu, hari pertama, kami menikmati 3 pantai di daerah gunung kidul. Dan untuk hari kedua kami berwisata sejarah yaitu ke candi borobudur, prambanan, dan lereng gunung merapi tepatnya ke desa tempat (Alm) Mbah Maridjan tinggal. Peringatan: postingan ini akan banyak sekali foto narsis :p

Candi Borobudur

Perjalanan pagi dengan menyewa mobil dengan tujuan pertama ke candi borobudur. Candi yang sempat menjadi bagian dari 7 keajaiban dunia ini sebenarnya terletak di derah Magelang, dan merupakan candi Buddha terbesar di dunia. Sayang ya, sudah tidak masuk kriteria keajabian dunia, tapi bagi saya kuil Buddha ini tetap keren dan luar biasa. Bahkan menurut desas-desus sejarah, candi borobudur tidak diketahui kapan kali pertama dibangun. Ada yang mengatakan para nenek moyang membangun candi ini tidak menggunakan semen melainkan hanya dengan putih telur. Jika dilihat dari segi relief dan struktur yang cukup kompleks, berarti nenek moyang kita adalah orang-orang yang kuat dan luar biasa. Pagi hari adalah waktu yang tepat untuk berkunjung, belum begitu ramai dan tidak panas.

Candi Prambanan

Seperti halnya candi borobudur, prambanan juga merupakan bagian dari warisan dunia UNESCO. Hanya saja pada saat saya berkunjung kesana, kondisinya sangat memprihatinkan. Banyak sekali candi-candi kecil yang rusak karena gempa dan di beberapa candi pun sedang dilakukan perbaikan. Untuk memasuki candi utama saja harus menggunakan safety helm dan beberapa bagian candi Hindu ini ditutup karena ditakutkan akan runtuh. Yang lebih disayangkan lagi adalah pas kesana hujan pun datang, huhu. Semoga saat ini candi-candi yang rusak segera diperbaiki lagi.

Lereng Merapi

Tujuan terakhir adalah ke lereng gunung merapi, melewati jalan kecil yang sudah beraspal di kali gunung. Sudah cukup ramai dengan pengunjung lainnya baik lokal maupun manca negara, beneran banyak bule cakep disini, hehe. Setelah sampai di jalan ke arah rumah (Alm) Mbah Maridjan banyak sekali penjual di sisi-sisi jalan, dari yang berjualan makanan khas sampai kaos dan DVD merapi. Saya dan rekan langsung terpesona dengan persewaan motocross yang diparkir, 50rb perjam dan diantar oleh mas-mas berkeliling lereng serta singgah di rumah simbah. Untuk ke rumah simbah harus melewati jalanan yang cukup mistis bagi saya, bangunan-banguan yang terabaikan, semak belukar yang cukup tinggi, sepi, dan dingin.

Kesan yang saya dapatkan saat berkunjung ke rumah simbah adalah campur aduk rasanya, ada sedih, haru, dan luar biasa jika bisa mengenal sosok beliau yang bernama asli Mas Panewu Surakso Hargo dan telah mengabdikan seluruh hidupnya sebagai abdi dalem keraton. Ada satu nasehat dari simbah yang ditulis dalam sebuah banner di depan bekas rumahnya yang sudah menjadi tanah, yaitu:

"Ajining menungso iku gumantung ana ing tanggungjawabe marang kewajibane. (Kehormatan seseorang dinilai dari tanggung jawab terhadap kewajibannya.)"

Ya, itulah kunjungan wisata saya dan rekan di Jogja. Jika ada umur panjang, semoga saya bisa bertandang ke Jogja dan kembali mengeksplor tempat bersejarah lainnya. Jujur, saya rindu romantisme malam di jogja, kuliner murah, dan belanja murah. Jogja, yang kurindu, semoga semestamu tetap berada di sisimu.