Nice Homework #5: Learning How to Learn

BELAJAR BAGAIMANA CARANYA BELAJAR*📝 (Learning How to Learn)
Setelah malam ini kita mempelajari tentang “Learning How to Learn” maka kali ini kita akan praktek membuat *Design Pembelajaran* ala kita.
Kami tidak akan memandu banyak, mulailah mempraktekkan "learning how to learn" dalam membuat NHW #5.
Munculkan rasa ingin tahu bunda semua tentang apa itu design pembelajaran.
Bukan hasil sempurna yg kami harapkan, melainkan "proses" anda dalam mengerjakan NHW #5 ini yg perlu anda share kan ke teman-teman yg lain.
Selamat Berpikir, dan selamat menemukan hal baru dari proses belajar anda di NHW #5 ini.

Salam Ibu Profesional,
/Tim Matrikulasi IIP/

***

Nice Homework ke-5 Matrikulasi IIP membuat berpikir lebih kreatif lagi karena tidak banyak panduan yang diberikan melainkan sesuai dengan cara berpikir masing-masing bunda. Design Pembelajaran, adalah tema tugas minggu ini, dan bagi saya tema tersebut merupakan tema yang cukup awam karena tidak pernah bersinggungan dengan dunia pendidikan. Oleh itu, saya ikut dengan teman-teman matrikulasi batch 4 Kalimantan 1 untuk membuat kelompok belajar melalui WhatsApp grup. Grupnya terdiri dari Mba Nelli, Mba Tipa, Mba Nonny, Mba Amanda, dan Mba Monic. Alhamdulillah ada mba Nonny yang punya latar belakang pendidikan sesuai tema tugas, jadi bisa memberikan sedikit gambaran mengenai Design Pembelajaran. Sayangnya, jadwal mengerjakan tugas bertepatan dengan mudik lebaran dan minimnya sinyal internet di desa jadi saya sedikit terlambat menyelesaikan tugasnya. Bismillah, dalam postingan ini saya akan membuat Design Pembelajaran yang sesuai dengan arah dan tujuan rumah tangga yang telah saya susun bersama suami. Mungkin desain ini tidak berjalan terus menerus dan akan berubah sesuai dengan kebutuhan.

Nice Homework #4: Mendidik Dengan Kekuatan Fitrah

Izza baru mau umur satu tahun, tapi sebagai bundanya sudah banyak sekali angan-angan masa depannya kelak. Ya dokter, atlet, guru, pintar mengaji, hafal Al-Quran, fasih bahasa Inggris, kuliah di Madinah, dan harapan baik lainnya. Tanpa disadari saya dan suami terus menerus membuat gambaran masa depan untuk Izza tanpa memikirkan bagaimana prosesnya. Yang lebih parahnya lagi, kami sebagai orang tua berangan-angan tanpa bekal dan ilmu yang cukup pantas untuk disebut sebagai pembelajar. Kami lalai bahwa sesunggunya yang harus belajar terlebih dulu adalah kami, orang tuanya. Kami terlalu menikmati harapan di atas awan tanpa memantaskan diri. Dari materi matrikulasi ke empat ini, saya disadarkan bahwa anak saya lahir dengan bakatnya masing-masing dan tidak butuh serangkaian hal yang akan saya ciptakan untuknya tanpa mengetahui apa manfaatnya. Bismillah, dari postingan ini, saya dan suami belajar untuk mendidik anak sesuai fitrahnya. Mendidik dengan benar untuk membangun peradaban yang benar pula.

1. Mari kita lihat kembali Nice Homework #1 , apakah sampai hari ini anda tetap memilih jurusan ilmu tersebut di Universitas Kehidupan ini? Atau setelah merenung beberapa minggu ini, anda ingin mengubah jurusan ilmu yang akan dikuasai?

>> Menilik lagi ke Nice Homework #1, ilmu dasar yang menurut saya paling penting dan saya butuhkan saat ini adalah ilmu agama dan saya tidak akan pernah mengubahnya. Malah saya semakin mantab dan benar-benar menata hati untuk melahap setiap ilmu yang berkaitan dengan ilmu agama. Alasanya masih sama, saya tidak ingin gagal menjadi seorang ibu. Masa lalu yang membuat saya memutuskan untuk tidak boleh gagal menjadi seorang ibu terlebih ibu yang senantiasa menyuntikkan ilmu agama pada anak-anaknya. Saya berdamai dengan masa lalu dan akan menebusnya agar tidak terulang pada anak-anak saya kelak. Harapan saya dengan bekal ilmu agama yang kuat maka saya bisa mendidik anak dengan baik dan sesuai syariat. Aamiin Yaa Allah.

Nice Homework #3: Membangun Peradaban dari Rumah

Jika minggu lalu Nice Homework IIP menguras emosi yang luar biasa, berbeda dengan minggu ini yang menguras otak karena harus membuat analisa. Memang, sih, masih menguras perasaan karena harus membuat surat untuk suami, yang mana saya kalau membuat surat itu pasti penuh drama, hehe. Materi matrikulasi IIP minggu ketiga ini tentang bagaimana membangun peradaban dari dalam rumah. Rumah dan keluarga yang merupakan pondasi untuk membangun peradaban dan generasi penerus yang lebih baik. Rumah adalah gerbang yang mengantarkan penghuninya menjadi agen perubahan di masyarakat. Semua yang akan dilakukan di luar rumah berawal dari dalam rumah, bukan? Bagaimana suami akan dihormati, bagaimana istri akan dicintai, dan bagaimana karakter anak yang akan diciptakan, semuanya berasal dari dalam rumah. Nice Homework kali ini membuat saya dan suami saling berdiskusi, saling menganalisa, dan saling bermuhasabah, dan sedikit banyak telah membuat suatu panduan untuk membangun peradaban tersebut.

Pertama temukan potensi unik kita dan suami, coba ingat-ingat mengapa dulu anda memilih “dia” menjadi suami anda? Apa yang membuat anda jatuh cinta padanya? Dan apakah sampai hari ini anda masih bangga terhadap suami anda?

Bukan hal sulit bagi saya untuk membuat surat untuk suami, karena pernah beberapa kali membuatnya. Kebetulan dua bulan lalu usia pernikahan kami genap dua tahun dan saya lupa membuat surat untuknya seperti tahun sebelumnya, jadi tugas ini berada dalam momen yang tepat. Surat untuk suami bisa dibaca pada postingan sebelumnya yang berjudul Dua Tahun Terlewati, Surat untuk Suami. Responnya? Sangat bisa ditebak, hehe. Karena suami memang lack of expressions, jadi responnya akan selalu sama dengan surat-surat sebelumnya. Saya memberikan surat itu baru kemarin malam, karena sebelumnya suami sangat sibuk. Malamnya, saat saya bersiap untuk tidur, suami menghampiri saya dan mencium kening lalu berterima kasih. Saya pun lanjut tidur, hehe. Keesokan harinya suami bertanya, “Tugasnya cuma buat surat, Bun?”, lalu saya menjelaskan mengenai visi misi keluarga untuk membangun peradaban yang baik. Suami langsung buka laptop yang membuat daftar visi misi, seperti berikut:

Dua Tahun Terlewati, Surat untuk Suamiku

Assalamu’alaikum, Mas. 
Melalui tulisan ini, ijinkan aku mengungkapkan isi hatiku yang mungkin selama ini aku tutup rapat.

Hmmm.. ternyata sudah dua tahun kita menikah, ah, baru dua tahun, masih seumur jagung. Kenyataan memang telah mengenalmu hampir 10 tahun, tapi masih banyak kejutan baru yang hadir dalam rumah tangga ini. Mas, masih ingat ijab kabul yang kamu ucap dihadapan orang tuaku dan puluhan saksi? Aku masih ingat dengan jelas bagaimana lantang dan tegasnya suaramu untuk menjadikanku istrimu, makmummu, belahan jiwamu. Memang baru dua tahun, tapi seperti roller coster, bukan? Tidak mulus nyatanya membina sebuah rumah tangga.

Mas, terima kasih. 
Atas kesabaran yang selalu kamu tampakkan kala menghadapi sikapku yang labil dan egois. Kesabaran dan ketenangan yang bisa membuatku tersenyum kembali. Hmm, meski beberapa kali kesabaranmu sepertinya hilang kendali, tapi ternyata api amarahmu tak pernah muncul di hadapanku. Aku mohon, jangan pernah tampakkan api amarah itu meskipun aku akan sangat menyebalkan. Aku selalu suka dengan kesabaran dan ketenanganmu. Tetaplah seperti itu dan ajarilah aku menjadi lebih tenang seperti kamu.