Pesona Pantai Yogyakarta

Pesona pantai Yogyakarta yang memang kinyis-kinyis dan manis ini saya kunjungi dan 3 teman lainnya saat akhir tahun menjelang tahun baru 2014. Memang ini adalah late post karena saya sempat cuti ngeblog beberapa bulan, dan abaikan.

Liburan akhir tahun 2013 lalu, saya dan ketiga (seharusnya ber-empat, namun satu lagi berhalangan untuk ikut) mbolang ke Yogyakarta. Percayalah bahwa perjalanan ini adalah perjalanan pertama saya menggunakan kereta api dan sekaligus kunjungan pertama ke Yogyakarta. Hari pertama, sampai di Yogyakarta sore hari, langsung menuju kawasan Malioboro untuk mencari makan siang. Dan pilihan kami jatuh pada salah satu restoran ayam cepat saji karena masih banyak warung-warung yang belum buka, sedangkan saya dan salah seorang teman memang cenderung pemilih untuk urusan makan (memilih tempat yang lebih bersih, bukan karena jenis makanan). Setelah makan, kami lanjut berkeliling Malioboro untuk sekedar beradaptasi dengan suasana kota Yogyakarta hingga makan malam.

Riyuhnya Yogyakarta di malam hari memang menjadi pesona tersendiri bagi pecinta keindahan tradisional, meskipun sudah banyak bangunan modern dan kontemporer tapi angkringan-angkringan yang jumlahhnya cukup banyak dan pedangan kaki lima serta masih adanya andong membuat Yogyakarta berbeda dari kota-kota lainnya. Hari pertama berakhir di hotel yang letaknya cukup jauh dari kota yaitu tepat di sebelah Jogja Expo Center (JEC).

Hari kedua, adalah wisata pantai di Yogyakarta. Dengan menyewa sebuah mobil plus sopirnya, kami diantar ke beberapa pantai yang ada di Yogyakarta. Dengan beberapa peralatan tempur seperti sunblock dan kacamata hitam (beli di lokasi) kami siap menikmati pesona pantai Yogyakarta.

Pay-It-Forward

Pay-It-Forward, kalau artinya secara bahasa tidak begitu jelas, tapi kalo saya mengartikannya adalah membayar kemudian. Saya tau event ini saat blogwalking ke blognya Una pas postingan pay-it-forward-nya dia. Kemudian saya berkomentar "I'm in" yang berarti saya ikut berpartisipasi dalam event ini. Awalnya saya mengira saya akan mendapat hadiah secara cuma-cuma, dan akhirnya  paham bahwa yang turut serta juga harus membuat postingan serupa plus membagikan hadiah kepada 5 orang yang ingin ikut dalam event ini.

Jadi maksud dari Pay-It-Forward adalah mengirimkan hadiah gratis secara relay atau sambung menyambung. Lebih jelasnya seperti ini:

I’m participating in the Pay-it-Forward initiative.

The first 5 people who comment on this status with “I’m in” will receive a surprise from me at some point in this calendar year – anything from a sweet dessert, a lovely CD, a ticket, a book or just absolutely any surprise I see fit! There will be no warning and it will happen when I find something that I believe would suit you and make you happy!

These 5 people must make the same offer in their status (FB or Path or Twitter or Blog post, etc.) and distribute their own joy.

Simply copy this text onto your profile, (don’t share) so we can form a web of connection and kindness.

Let’s do more nice and loving things for each other in 2014, without any reason other than to make each other smile and show that we think of each other. Here’s to a more enjoyable, more friendly and love-filled year!

(Bukan) Liburan ke Lampung

Awal Mei ini saya ambil cuti dari kantor untuk liburan. Hmm, mungkin karena saya cuti dan pergi ke luar kota (ke luar pulau lebih tepatnya), orang akan beranggapan saya sedang liburan. Tapi sebenarnya tidak, sih. Karena kepergian saya ke Lampung membawa misi khusus. Jika kalian pernah membaca postingan saya tentang hubungan saya dengan Babeh, maka inilah misi khusus yang saya bawa ke Lampung. Memperbaiki atau sekedar ingin bertemu dengan babeh saya yang sudah lebih dari 4 tahun tak pernah berkabar.

Cerita ini saya mulai dari menentukan jalur transportasi yang akan saya gunakan menuju Lampung. Awalnya saya gethol sekali untuk menggunakan jalur darat dan laut dengan menumpang bis damri yang berangkat dari terminal Gambir, Jakarta dengan alasan karena pengen merasakan naik kapal dan menyebrangi lautan, hehe. Pun sudah telepon petugas loket yang ada di Gambir, sayangnya mereka tidak melayani pembelian tiket melaui telepon. Sedang waktu untuk ke Gambir dari Cikarang pun rada susah. Sudah pula mencari travel mobil tapi akan lebih lama karena Cikarang adalah titik penjemputan pertama. Dan terpikirlah untuk ngeteng, hahah. Selain menekan biaya dengan drastis yang pasti akan lebih seru. Eh tapi, menurut saran dari beberapa teman, karena ini kali pertama saya ke Lampung, lebih aman untuk naik pesawat. Akhirnya deal untuk membeli tiket pesawat dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
  • Lebih cepat, lebih aman, dan lebih nyaman. Pastilah lebih cepat, karena hanya mengudara selama 35-40 menit saja termasuk take off dan landing, dan jarak dari kos ke bandara cuma 1,5 jam. Yup, ini adalah penerbangan yang paling singkat yang pernah saya rasakan. Begitu masuk pesawat dan siap berangkat, FA sudah memperagakan tata cara keselamatan. Setelah lepas landas selesai (percayalah bahwa proses take off cuma sebentar saja), FA langsung membagikan snack, selang 5 menit langsung mengambil sampahnya (belum sempet tak makan). Belum juga saya merasakan ngantuk, pilot sudah mengudarakan untuk landing. Nah, berbeda kalo menggunakan jalur darat dan laut, minimal 12 jam perjalanan, menyebrang dengan Ferry saja minimal 8 jam (kalo Ferry udah langsung berangkat tanpa delay lagi). Soal keamanan dan kenyamanan mungkin tergantung pribadi masing-masing, karena saya memang tak kuat jika harus duduk berlama-lama di dalam kendaran. Dijamin maboknya luar biasa.