[Not] Perfect Goodbye

Dia bukan orang lain bagiku. Dia adalah orang yang sejak kecil melihatku tumbuh. Dia adalah orang yang mengajarkan aku adanya hal baru. Dia selalu ada di saat diriku lesu. Dia yang memberikan aku semangat di saat aku ragu. Dan dia adalah orang yang selalu membuatku rindu. Ayahku.

Sudah lama, mungkin 3 tahun yang lalu terakhir kali aku bertemu dengannya. Terakhir kalinya aku menatap wajahnya. Apa itu sebuah perpisahan? Aku rasa bukan. Tidak terucap kata berpisah dari mulutku ataupun ayah.

Sudah lama aku terpisah dari ayah. Aku di bumi Jawa sedangkan beliau di bumi Sumatera. Pertemuan pun tak bisa di jadwalkan suka-suka. Paling setahun sekali aku baru bisa bertemu dengannya. Beruntung jika bisa dua tahun sekali. Kangen? Pasti, dia kan ayahku. Itu beberapa tahun lalu saat aku masih di sekolah menengah pertama, masih bisa setahun dua kali. Tapi untuk saat ini sudah 3 tahun aku tak bertemu dengannya. Alasanya? Ah, sudah bukan waktunya mengungkit masa lalu. Sudah bosan aku bercerita.

3 tahun lalu, kami sempat bertemu di rumah Pakdhe di daerah Rungkut Surabaya. Sungguh buncahnya hatiku. Seharusnya ku senang tapi nyatanya tidak. Pertemuan yang singkat, sangat singkat. Tapi aku seperti bertemu dengan orang lain, bukan ayahku. Terasa sangat berbeda. Wajahnya tak seteduh dulu, gaya bicaranya tak sekalem dulu. "Ayo ikut Ayah ke Lampung, lanjut kuliah disana!" hanya itu kalimat dingin yang keluar dari mulutnya saat pertemuan itu. Aku marah. Bagaimana bisa dia yang telah lama meninggalkanku tiba-tiba ingin membawaku kesana. Mungkin aku memang mewarisi sifat keras kepalanya. Aku tidak mau kalah berdebat dengan ayahku sendiri. Aku tidak akan pernah mau ikut bersamanya ke bumi Sumatera. Bagaimana dengan ibu dan adikku? Dasar egois. "Kalau mau, Ayah tunggu hingga minggu depan. Ayah yang akan urus semua administrasi kepindahanmu!". Aku benci dengan kondisi seperti ini. Kenapa ayah harus datang disaat aku sudah nyaman dengan hidupku yang sekarang. Kemana dia selama ini?

Malam itu aku langsung pulang hanya dengan berkata "Aku pulang, Assalamu'alaikum." tanpa mencium tangannya seperti yang dulu selalu aku lakukan. Aku tidak akan meneteskan air mata sedikitpun untuknya, aku benci dengannya. Hari-hari berikutnya pun aku lalui tanpa memikirkan kejadian malam itu. Aku anggap saja semua itu terjadi hanya dalam mimpi burukku. Hingga suatu hari aku menerima pesan singkat dari nomer  yang sudah sangat aku hafal. "Ayah balik ke Lampung, Ayu tidak mau ikut gak apa-apa. Jaga diri baik-baik." Aaakkkk... Aku masih enggan membalas pesan singkat itu dan memang akhirnya tak pernah aku membalasnya sampai saat ini. Hingga saat ini aku pun belum pernah bertemu dengannya. Mungkin malam itu adalah sebuah perpisahan. Perpisahan yang sangat tidak sempurna. Semoga hanya perpisahan sementara.

Ayah, aku merindukanmu.

12 comments:

  1. perpisahan yang paling diingat itu cuman dua, perpisahan sempurna dan yang tidak sempurna, tetep iklas ya,

    ReplyDelete
  2. jangan berlama-lama marahnya mbak.. :)
    coba hubungilah beliau, katakan padanya, mbak rindu padanya ^^
    kadang perasaan perlu diungkapkan juga dan lihat hasil terbaiknya :)

    ReplyDelete
  3. Iya, mba... cobalah menghubunginya utk menghapus rasa rindu mba Ayu :)

    ReplyDelete
  4. hubungi aja, mba ayu. dulu aku juga pernah berantem sama bapak. alhamdulillah udah baikan :)

    ReplyDelete
  5. Kalo yang berjauhan ama gue malah emak gue!

    *mak, gue kangen! ;-(

    ReplyDelete
  6. sedihh. .. jadi ingat Abi. Aku pun ... demikian :'(

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar Anda ^.^