Nice Homework #3: Membangun Peradaban dari Rumah

Jika minggu lalu Nice Homework IIP menguras emosi yang luar biasa, berbeda dengan minggu ini yang menguras otak karena harus membuat analisa. Memang, sih, masih menguras perasaan karena harus membuat surat untuk suami, yang mana saya kalau membuat surat itu pasti penuh drama, hehe. Materi matrikulasi IIP minggu ketiga ini tentang bagaimana membangun peradaban dari dalam rumah. Rumah dan keluarga yang merupakan pondasi untuk membangun peradaban dan generasi penerus yang lebih baik. Rumah adalah gerbang yang mengantarkan penghuninya menjadi agen perubahan di masyarakat. Semua yang akan dilakukan di luar rumah berawal dari dalam rumah, bukan? Bagaimana suami akan dihormati, bagaimana istri akan dicintai, dan bagaimana karakter anak yang akan diciptakan, semuanya berasal dari dalam rumah. Nice Homework kali ini membuat saya dan suami saling berdiskusi, saling menganalisa, dan saling bermuhasabah, dan sedikit banyak telah membuat suatu panduan untuk membangun peradaban tersebut.

Pertama temukan potensi unik kita dan suami, coba ingat-ingat mengapa dulu anda memilih “dia” menjadi suami anda? Apa yang membuat anda jatuh cinta padanya? Dan apakah sampai hari ini anda masih bangga terhadap suami anda?

Bukan hal sulit bagi saya untuk membuat surat untuk suami, karena pernah beberapa kali membuatnya. Kebetulan dua bulan lalu usia pernikahan kami genap dua tahun dan saya lupa membuat surat untuknya seperti tahun sebelumnya, jadi tugas ini berada dalam momen yang tepat. Surat untuk suami bisa dibaca pada postingan sebelumnya yang berjudul Dua Tahun Terlewati, Surat untuk Suami. Responnya? Sangat bisa ditebak, hehe. Karena suami memang lack of expressions, jadi responnya akan selalu sama dengan surat-surat sebelumnya. Saya memberikan surat itu baru kemarin malam, karena sebelumnya suami sangat sibuk. Malamnya, saat saya bersiap untuk tidur, suami menghampiri saya dan mencium kening lalu berterima kasih. Saya pun lanjut tidur, hehe. Keesokan harinya suami bertanya, “Tugasnya cuma buat surat, Bun?”, lalu saya menjelaskan mengenai visi misi keluarga untuk membangun peradaban yang baik. Suami langsung buka laptop yang membuat daftar visi misi, seperti berikut:

  • Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warrahmah
    • Meningkatkan iman dan taqwa pada Allah dengan cara mengikuti kajian agama maupun parenting bersama keluarga
    • Selalu terbuka atas saran dan kritik, saling pengertian dan percaya, menjaga martabat keluarga
    • Meningkatkan quality time bersama keluarga, saling menicntai dalam kondisi apapun
  • Masa depan anak berkualitas
    • Mengenalkan agama, akhlaq baik, dan attitude pada anak sedini mungkin
    • Membuat tabungan khusus pendidikan anak minimal 500 ribu sebulan
    • Mencari (survey) rumah tahfidz dan tempat latihan karate (seni bela diri) untuk anak
  • Sandang, pangan, papan layak
    • Membuat list keuangan dengan baik
    • Menyisihkan uang untuk renovasi rumah dan mengisi perabotan
    • Membeli mobil

Jujur saja, saya senang saat suami membuat list seperti itu. List visi misi yang saya tulis di atas telah kami diskusikan setelah suami memberikan mentahnya. Insyaallah, bagi kami yang baru menikah dua tahun dengan satu anak gadis menginjak satu tahun, daftar visi misi ini sudah cukup dan tidak terlalu muluk, semoga bisa terwujud, aamiin.

Lihatlah anak-anak anda, tuliskan potensi kekuatan diri mereka masing-masing.

Anak kami baru satu, perempuan, hampir 12 bulan, namanya Izza. Nama panjangnya mempunyai arti perempuan cantik dan kuat. Tumbuh kembang Izza jika dilihat dari grafik berjalan cukup baik dan pesat, diusia 11 bulan ini dia sangat aktif, sudah bisa berjalan sendiri, naik turun kasur, dan cepat tanggap. Jika dianalisa dari kesehariannya, Izza sangat suka bergerak aktif, berbicara meski menggunakan bahasa bayi cenderung bawel seperti bundanya hehe, dan menyanyi nggremeng jika ada alunan musik. Maka itu, saya dan suami ingin mencarikan pelatih atau sekolah karate jika dia sudah dua tahun nanti. Hal ini bukan berarti saya dan suami ingin Izza jadi atlet karate, tapi kami berharap energinya bisa tersalurkan dengan baik. Kecerdasannya juga sudah cukup terlihat, misalkan: saat saya mengajak berdoa tangannya spontan menengadah ke atas diakhiri dengan mengusapkan telapak tangan ke wajah (mengaminkan maksudnya). Dengan kecepatannya menanggapi, merespon, dan meniru apa yang saya ajarkan, sebagai bunda, saya berharap kelak Izza bisa menjadi seorang penghafal Al Quran dan dokter. Terlalu berlebihan? Sebagai ibu saya berhak mendoakan yang baik untuk anak, bukan? Jika nanti dia punya pilihan sendiri maka tugas saya sebagai orang tua adalah mengarahkan dan memfasilitasi. Allahu Akbar.

Lihatlah diri anda, silakan cari kekuatan potensi diri anda. kemudian tengok kembali anak dan suami, silakan baca kehendak Allah, mengapa anda dihadirkan di tengah-tengah keluarga seperti ini dengan bekal kekuatan potensi yg anda miliki.

Untuk melihat potensi diri sendiri, saya minta bantuan suami untuk verifikasi agar saya benar-benar tahu potensi apa yang ada di dalam diri ini termasuk kelemahannya. Potensi pertama yang disetujui oleh suami adalah multitasking, saya bisa mengerjakan banyak hal dalam satu waktu. Mungkin semua wanita bisa multitasking, tapi karena saya mengurus rumah tanpa asisten rumah tangga maka multitasking adalah hal luar biasa bagi saya. Kata suami, saya termasuk orang yang tekun tapi cenderung perfeksionis dan akan marah jika tidak sesuai dengan aturan yang saya buat. Simalakama jadinya, ingin rumah bersih, rapi, semua terorganisir tapi ya harus kuat dan tahan banting, tidak ada kata capek, sakit, atau libur. Saya juga termasuk orang yang mudah panik akan hal sepele, tapi hal itu membuat saya lebih waspada karena keinginan untuk menjadi sempurna. Saya akan sangat panik dan kuatir jika Izza tidak buang air besar dalam sehari saja. Setelah itu saya akan menganalisa makanan apa saja yang sudah masuk dalam seharian itu. Itulah saya, mengacu pada teori. Mungkin Allah paham bagaimana potensi saya jika berumah tangga, makanya dijodohkan dengan suami yang cenderung santai, tenang, dan sabar. Sangat bertolak belakang dengan saya tapi saling melengkapi. Semoga sifat dan sikap dari saya dan suami bisa ditularkan dengan baik untuk Izza dan anak-anak lainnya kelak.

Lihat lingkungan dimana anda tinggal saat ini, tantangan apa saja yang ada di depan anda? adakah anda menangkap maksud Allah, mengapa keluarga anda dihadirkan disini.

Dulu, sebelum pindah ke Kalimantan, saya termasuk wanita dengan segudang aktivitas baik itu shallow work maupun deep work. Saya bisa bekerja dengan sangat tekun, tapi saya juga bisa bersikap sangat hedon. Setelah menikah, sedikit demi sedikit menata niat dan sikap, karena saya ‘terpaksa’ tidak bisa bersikap hedon lagi karena berada di lingkungan yang tidak begitu ramai. Hampir dua tahun tinggal di Sampit yang tidak ada mall, bioskop, restoran cepat saji, dan lainnya. lingkungan tempat tinggal pun cukup sepi. Dan sekarang pindah ke Palangka Raya sudah hampir 4 bulan dengan kondisi yang sama. Mungkin Allah menginginkan saya untuk lebih mawas diri, tidak hedon, dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah untuk belajar daripada kluruyan di luar. Itulah hal pertama yang saya pelajari untuk diri saya sendiri.

Selama 4 bulan pindah ke rumah pribadi di Palangka Raya, ada beberapa tantangan baru untuk keluarga kami. Pertama, lingkungan kami bukanlah lingkungan muslim seperti sebelumnya, banyak tetangga non muslim dan non Jawa yang ada di sekitar, bahkan memiliki anjing. Karena kondisi ini, saya dan suami belajar bermuamalah dengan baik terutama pada tetangga non muslim yang punya anjing tanpa menyakiti perasaan mereka. Tantangan kedua, banyak ibu-ibu yang masih kolot bahkan cenderung acuh dalam pengasuhan anak. Anak saya memang masih satu, belum banyak pengalaman, tapi setidaknya saya punya dasar ilmu dan teori untuk melindungi anak saya. Misalnya, tetangga ingin memberikan fastfood untuk Izza, dengan hormat akan saya tolak dan menjelaskan dengan baik, jika mereka ngenyel maka saya akan pulang. Sedikit banyak, saya ingin menularkan ilmu yang saya punya. Sejauh ini baru dua tantangan tersebut yang saya hadapi karena masih meraba dengan lingkungan baru. Semoga kami bisa beradaptasi dengan baik, bertetangga dengan baik meskipun dengan non muslim. Tidak ada yang lebih indah daripada silaturrahim, bukan?

2 comments:

  1. waahhh ini postnya bener bener cemacam guide buat yang berumah tangga nih, tapi krn aku blum menikah jadi masih cuma bisa manggut" aja dulu, semoga bisa ta paraktekin ntar pas kalo udah nikah whehe

    menikah, dan tinggal di perantauan, impianku banget sih sebenrnya mba whehhe, semoga betah terus di palangkaraya yakkkk

    ReplyDelete
  2. Salah satu tantangan berat dalam mendidik anak memang lingkungan ya mbak ...
    Kelas IIP-nya bikin mupeng deh, semoga suatu saat saya juga bisa gabung

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar Anda ^.^