Dalam Hidup, Ada yang Pergi dan Datang

(Alm) Kakek dan nenek tercinta
(Alm) Kakek dan nenek tercinta yang membesarkan saya dari bayi dan mengajarkan kehidupan
Kehilangan, adalah hal yang mungkin tidak menyenangkan bagi kita semua karena harus ditinggalkan atau melepaskan apa yang sebelumnya kita beri label “hak milik”. Tapi, mau tidak mau harus bisa melepaskannya karena sebenarnya hilang atau tidak, pergi atau datang, itu sudah ada yang mengatur di jagad raya ini. Mengenai kehilangan, saya mengartikan kata tersebut sebagai hal yang meninggalkan kita untuk selamanya entah itu kematian, kemalingan, atau keteledoran. Dan, dari semua rasa kehilangan yang tidak akan pernah saya lupakan adalah kematian dari seseorang yang sangat saya cintai. Datang tanpa mengenal usia baik itu muda atau tua, tanpa mengenal kondisi tubuh baik itu sehat atau sekarat, tanpa mengenal status sosial baik itu pemulung atau pejabat ningrat. Kematian, datang tanpa syarat apapun, jika Tuhan berkendak maka terjadilah.

Tahun 2013, saya kehilangan sosok yang sangat berjasa sepanjang hidup saya, yang membesarkan dari bayi hingga dewasa. Kakek tercinta berpulang karena sakit. Beliau begitu istimewa bagi saya karena jasanya yang tak akan pernah lekang oleh apapun melebihi kedua orang tua bersama dengan nenek yang selalu hadir dalam setiap perkembangan hidup saya. Yang mengajarkan apa itu sopan santun dan tata krama, yang mengenalkan islam dan Al-Quran, dan membantu saat mengerjakan PR sekolah, yang mengajarkan menanam padi di sawah serta ngangsu air dari telaga, dan yang mencambuk tubuh mungil ini dengan rotan jika membangkang dari jadwal mengaji. Tapi karena didikan keras tersebut yang membuat saya benar-benar mengerti arti kehidupan disaat sudah dewasa. Dengan model didikan yang keras terbesut, sudah pasti bahwa kakek saya adalah orang yang keras dalam segala hal termasuk keras kepala, tidak bisa disenggol kalau sudah berprinsip meski hal yang tidak baik yaitu rokok. Kakek adalah pecandu rokok tingkat tinggi, rokok yang digunakan biasanya buatan sendiri yaitu dari tembakau dan kulit luar jagung yang sudah mengering. Dan rokoklah yang membawa kakek pada sakit hingga menimbulkan komplikasi penyakit lainnya. Tiga bulan sebelum kakek tiada, saya sempat pulang karena beliau harus opname dan itu kondisinya sudah cukup payah karena tidak bisa bangun dari tempat tidur. Padahal bisanya kalau saya pulang kampung, kakek adalah orang pertama yang mencium saya dan mendengar semua ocehan tanpa henti. Saat itu, mendengar suara saya pun rasanya susah karena sepanjang hari hanya tidur.

Saat itu, saya sudah kehilangan sosok keras dan tegasnya luar biasa yang dulu selalu menjadi barikade terdepan pelindung cucu pertamanya. Tidak adan lagi kakek yang menjemput saya di jalan raya sepulang sekolah (karena dari jalan raya menuju desa sejauh 3km adalah sawah tanpa lampu), tidak ada lagi gertakan keras saat saya mencoba membangkang dari jadwal ngaji setelah sholat ashar, dan tidak ada lagi kakek yang menyimpan mangga dan jambu merah untuk cucunya ini saat pulang ke rumah. Yang ada saat itu adalah seorang lelaki tua bertubuh kurus yang tidak berdaya memeluk cucu tercintanya. Begitu berat rasanya harus kembali ke tanah rantau saat kakek masih dalam kondisi demikian. Yang membuat rasa kehilangan ini semakin besar adalah saat beliau meninggal, saya ada di Cikarang dan harus menempuh jarak berjam-jam untuk sampai di Lamongan. Tidak sempat melihat wajahnya untuk terakhir kali dan saya pun tidak bisa mengantarnya ke rumah terakhir, yang tersisa hanya duka. Bukan hanya kehilangan seorang kakek, tapi juga seorang ayah, seorang guru, seorang pendongeng, seorang sahabat, seorang teman curhat, seorang bodyguard, dan seorang yang sangat luar biasa untuk selamanya. Tak dapat dipungkiri, beliau meninggalkan segudang ilmu dan pelajaran yang akan saya bawa dan amalkan, cintanya kekal, tak akan terhapus sampai kapan pun.

Tapi Tuhan maha baik, DIA mengirimkan orang yang mungkin bisa menjadi sosok pengganti yaitu seorang suami. Memang, tidak ada yang bisa menggantikan bagaimana kakek mendidik saya untuk tumbuh dewasa, mereka berdua sangat berbeda, tapi suami punya peranan vital yang sama untuk mendidik saya pada tahap selanjutnya. Mereka berdua mungkin sengaja disiapkan Tuhan untuk mendampingi saya secara bergantian sesuai yang saya butuhkan. Insyaallah saya dan suami akan berdampingan hingga di alam akhirat kelak, aamiin.

Tulisan ini untuk Giveaway elisa-blog.com dan nfirmansyah.com

16 comments:

  1. Iya mbak... kehilangan memang tidak enak... sepakat dengan semua sudah diatur oleh pemilik langit dan bumi. Semoga kita bisa bersabar dengan semua garis Nya...


    Semoga sukses dalam GA nya

    ReplyDelete
  2. ngaminin doanya.. amiiinn. bagus artikelnya.
    untuk giveway ya mba, moga menang mba.

    ReplyDelete
  3. Kehilangan selalu tidak enak, tapi kembali lagi pasrah karena semua milikNya. Ikhlas dan pasrah kadang buat saya lebih lega dan menerima apapun cobaan itu

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya kalo kita bisa ikhlas hati jadi enteng

      Delete
  4. Semuanya milik Allah dan akan kembali kepada Allah ^^ kita hanya bisa memperlakukan orang yang kita cintai dengan baik sebelum ia "diminta" kembali oleh Allah~

    ReplyDelete
    Replies
    1. bener sekali mbaaa.. jangan siakan yg kita punya :)

      Delete
  5. sedih banget memang ketika kita kehilangan org2 yg kita cintai. Tapi hidup kita adl milik Allah, dan sewktu2 Allah akan mengambil milikNYA

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbaa.. dengan begitu kita akan belajar ikhlas dan selalu bersyukur :)

      Delete
  6. semoga amal baiknya diterima Allah SWT, memangsedih ya mbak, alhamdulillah sudah dapat pengganti sbg pelipur lara :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. penggantinya tidak bisa jadi pelipur lara krn posisinya berbeda :)

      Delete
  7. Aku dah gak punya mbah kakung, kenangan sma mreka gak byk

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar Anda ^.^