[Review] Bidadari Bidadari Surga

source
"Dan sungguh di surga ada bidadari-bidadari bermata jeli (Al Waqiah: 22). Pelupuk mata bidadari-bidadari itu selalu berkedip-kedip bagaikan sayap burung indah. Mereka baik hati lagi cantik jelita (Ar Rahman: 70). Bidadai-bidadari surga, seolah adalah telur yang tersimpan dengan baik (Ash-Shaffat:49)."
Dengarkanlah kabar bahagia ini.
Wahai, wanita-wanita yang hingga usia tiga puluh, empat puluh, atau lebih dari itu, tapi belum juga menikah (Mungkin karena keterbatasan fisik, kesempatan, atau tidak pernah 'terpilih' di dunia yang amat keterlaluan mencintai materi dan tampilan wajah). Yakinlah, wanita-wanita salehah yang sendiri, namun tetap mengisi hidupnya dengan indah, berbagi, berbuat baik, dan bersyukur. Kelak di hari akhir sungguh akan menjadi bidadari-bidadari surga. Dan kabar baik itu pastilah benar, bidadari surga parasnya cantik luar biasa. 
Kalimat di atas hanyalah epilog dari novel yang baru saja saya selesaikan dalam 3 hari ini. Buku dengan tebal lebih dari 350 lembar benar-benar sukses membuat saya mengharu biru. Sedih. Cemas. Takut. Bahagia. Bersyukur. Semuanya terasa menyatu dalam hati ini ketika tuntas membacanya. Bagaimana tidak, cerita ini sungguh sederhana, tentang kehidupan anak manusia. Tentang cinta dan ketulusan. Tentang janji dan tanggung jawab yang begitu jujur dari seorang aktor utama bernama Laisa. Dia seorang anak sulung, kakak tiri tepatnya. Tapi janji yang dia ikrarkan begitu sakral untuk diingkarinya. Janji untuk mengorbankan dirinya untuk adik-adiknya.

"KAU ANAK LELAKI DALIMUNTE! Anak lelaki harus sekolah! Akan jadi apa kau jika tidak sekolah?" Itulah kalimat tegas kak Laisa saat sedang memergoki salah satu adiknya bolos sekolah dan bermain di sungai. Ya. Laisa mengorbankan sekolahnya agar bisa membantu mamaknya di ladang, tidak lain agar adik-adiknya bisa melanjutkan sekolah. Laisa yang telah berjanji kepada babaknya untuk selalu menjaga adik-adiknya. Ehm, satu hal dari saya pribadi, perempuan juga harus sekolah, perempuan juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak, perempuan juga berhak menjadikan mimpinya menjadi nyata.

Dalimunte lah adik yang paling penurut dan pintar. Di suatu perkumpulan rutin warga, dia membuat sebuah penemuan baru, yaitu 5 buah kincir air yang nantinya akan dipasang di cadas sungai untuk mengairi lahan warga sehingga tak bergantung pada hujan. Laisa. Kak Laisa lah yang membantu Dalimunte saat dipermalukan oleh beberapa pemuda kampung. Kak Laisa tidak akan membiarkan Dalimunte dipermalukan. Dengan nada yang begitu yakin, tegas tapi tenang semua warga akhirnya menyetujui penemuan baru Dali. Jika harus ada yang kecewa dan malu, itu adalah ia, bukan adik-adiknya.


Kakak tidak pernah akan terlambat. Itulah Laisa saat menyelamatkan dua adiknya yang nakal yaitu Ikanuri dan Wibisana dari ancaman 3 ekor harimau penguasa gunung kendeng. Laisa begitu berani, Laisa begitu tulus untuk mengorbankan dirinya demi adik-adiknya. Laisa menyebutnya dua sigung nakal yang suka bolos sekolah. Namun dari kejadian di gunung kendeng mereka menjadi lebih penurut walopun masih suka bolos sekolah. Hal yang sama juga dilakukan pada si bungsu Yashinta. Laisa rela berlari ditengah malam hujan deras untuk menyusul kakak-kakak PKL di desa atas karena Yash sedang kejang sekarat. Laisa tulus meskipun engsel kakinya harus berpindah dari tempatnya. Ya, Laisa tidak pernah datang terlambat untuk adik-adiknya. Oh my, betapa buruknya aku menjadi seorang kakak.

Cerita mereka terus berlanjut hingga akhirnya semua dari mereka menjadi dewasa. Dalimunte menjadi seorang profesor fisika yang sangat hebat dan terkenal. Ikanuri dan Wibisana yang membangun pabrik spare part, dan Yash menjadi peneliti yang sangat luar biasa. Semua dari mereka telah berhasil melihat dunia luar. Luar negeri. Semua kesulitan hidup masa kecil itu. Laisa membantunya melaluinya dengan wajah bergeming. Wajah yang tidak banyak mengeluh. Begitu banyak sekali pengorbanan dan ketulusan yang ditumpahkan Laisa kepada adik-adiknya. Hingga untuk urusan menikahpun Laisa rela dilangkahi oleh keempat adiknya. Laisa merasa cukup dengan melihat adik-adiknya bahagia. Laisa telah menunaikan janji dari babaknya.

Kanker paru-paru. Penyakit itulah yang akhirnya membunuh Laisa masih dalam keadaan gadis. Seorang gadis yang sangat taat. Seorang kakak yang sangat tulus. Kaka yang rela mengorbankan hidupnya untuk adik-adiknya. 
"Ya Allah, aku mohon, meski hamba begitu jauh dari wanita-wanita mulia pilihanmu, hamba mohon kokohkanlah kaki Laisa seperti kaki Bunda Hajra saat berlarian dari Safa - Marwa... Kuatkanlah kaki Laisa seperti kaki Bunda Hajra demi anaknya Ismail... Mereka tidak boleh melihat aku sakit..."
Subhanallah. Speechless. Semoga kita kaum perempuan mendapatkan tempat paling indah di dunia dan akhirat-Nya. aamiin

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar Anda ^.^