[Review] ibuk,

credit
Judul : ibuk,
Penulis : Iwan Setyawan
Penerbit : Gramedia Pustaka
Tahun : Juni, 2012
Tebal buku : 293 halaman
ISBN : 978-979-22-8568-0

"Seperti sepatumu ini, Nduk. Kadang kita mesti berpijak dengan sesuatu yang tak sempurna. Tapi kamu mesti kuat. Buatlah pijakanmu kuat." -Ibuk-

Buku ini adalah novel dari penulis best seller Iwan Setiawan. Terus terang saja, saya membeli buku ini karena sampul depan yang begitu menarik. Sebuah kombinasi seorang perempuan dengan segala kesederhanaan dan bergaya kuno. Dalam pikiran saya melayang bahwa buku ini akan bercerita tentang wanita desa. Dan benar saja.

Buku ini menceritakan sebuah kisah perjalanan seorang gadis belia bernama Tinah yang harus putus sekolah dan membantu neneknya berjualan baju bekas di pasar. Seperti kisah remaja lainnya, ada kisah cinta yang akhirnya mengubah hidupnya. Sim, seorang kenek angkot yang dijuluki playboy pasar berpenampilan ala kadarnya dengan sandal jepit dan berambut klimis berani 'apel' ke rumah nenek Tinah. Sebuah tanda setuju atas lamaran Sim pun mengubah dunia Tinah. Mereka adalah ibuk dan bapak.

Kehidupan memang harus penuh dengan perjuangan apalagi dengan lima orang anak yang hadir dalam hidup mereka. Pekerjaan bapak yang hanya sebagai sopir angkot membuat mereka harus benar-benar hidup hemat. Perjuangan ibuk menggadaikan berbagai macam barang agar bisa menabung dan menyisihkan uang untuk makan esok hari. Pendidikan menjadi salah satu aset penting dalam kehidupan mereka terutama ibuk. Ibuk tak mau jika anak-anaknya harus  putus sekolah seperti dirinya dulu. Walaupun angkot bapak sering rusak hingga harus pulang malam, tapi semangat bapak untuk menghidupi keluarganya terlihat dengan jelas. Sebuah ketabahan dan perjuangan yang sangat luar biasa hingga akhirnya ibuk dan bapak bisa memiliki rumah sendiri meskipun kecil. Hingga mereka tetap bisa menyekolahkan anaknya ke level perguruan tinggi.

Adalah Bayek, anak laki-laki satu-satunya dari lima bersaudara yang mampu mengubah nasib ibuk dan bapak berubah menjadi lebih baik. Bayek yang mempu membangun rumah untuk orang tua dan saudaranya. Bayek yang akhirnya membantu pendidikan saudara perempuannya. Bayek, yang dulu pernah mati suri telah menjejakkan kakinya ke berbagai belahan dunia lainnya.

***

Dari pandangan pertama, buku ini sukses membuat saya jatuh cinta. Sampul depan dari novel ibuk, ini menjadi magnet tersendiri untuk saya yang memang suka membeli buku karena cover. Tapi kisah di dalamnya tak kalah dengan sampul depan yang mempesona. Sejatinya, kisah ini adalah kisah nyata sang penulis tentang kehidupannya. Menyentuh dan membuat hati trenyuh. Banyak sekali pesan positif yang dihadirkan dalam kisah ini. Mengangkat kehidupan yang tak biasa sehingga menciptakan cerita yang luar biasa. Ditambah lagi dengan beberapa quote yang disisipkan pada peralihan bab, hal ini membuat saya berhenti sejenak dan merenungnkan makna kalimat tersebut. Kadang membuat tersenyum, kadang juga makjleb.

Namun, ada beberapa hal yang tidak begitu sreg di hati saya saat membacanya. yang pertama masalah metode penceritaan yang semula menggunakan orang ketiga, tiba-tiba berubah menjadi orang pertama dan berubah lagi. Atau mungkin, penulis memang sengaja membuat metode seperti itu agar pembaca semakin penasaran. Yang kedua adalah soal tokoh ibuk di dalamnya. Saya kurang merasakan kehadiran sosok ibuk apalagi di bab tengah sampai akhir. Tokoh ibuk terkalahkan dengan tokoh Bayek yang kemudian menjadi fokus dalam kisah ini. Dan yang terakhir adalah alur cerita yang begitu cepat sehingga kurang greget. Seharusnya banyak sekali kisah yang bisa dijabarkan sehingga cerita menjadi lebih matang.

Tapi secara keseluruhan novel ini sangat layak untuk dibaca apalagi untuk kalangan remaja karena banyak sekali pesan yang bisa ditangkap dari novel ini. Agar para anak tahu bagaimana perjuangan orang tua meski dalam cara yang berbeda. Semoga menginspirasi.

13 comments:

  1. iwan setyawan itu penulis Nine Sumer ten autum kan ya mbak?
    dilihat dari review ini, seprtinya dia punya kecenderungan untuk membuat ini 'penggunaaan sudut pandang'

    seperti yang di buku 9 sumer 10 autumn juga, seprti gaya aku tetaoi bercerita terhadap sesorang. apa namanya ya ini?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, tapi aku belum baca novel yg itu. kita kasih nama gaya kupu2 aja gimana? :p

      dia sih ceritanya pake sudut pandang orang ketiga, tapi di bab lain dia akan bercerita sebagai orang pertama, lalu orang ketiga lagi, ya mungkin itu emang ciri khas, tp suka bikin pembaca bingung :(

      Delete
  2. Dulu pengen beli buku ini.. tapi belum kesampaian..

    ReplyDelete
  3. Sepertinya bukunya memang penuh inspirasi ya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dari segi cerita iya sih mbak, tp alurnya terlalu cepat bagiku jadi kurang bisa mendalami kisahnya.

      Delete
  4. Saya nitip sandal dulu ya Mbk Yu.

    Sudah jamnya pulang..

    ReplyDelete
  5. Cerita yang sederhana, sebenarnya. Tapi yg sederhana itulahh biasanya lebih nyangkut :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, bener mbak, sederhananya membekas di hati.

      Delete
  6. aiiisshh, saya belum baca bukunya.. penasaran, pinjam doong Yu, hehehh :D

    ReplyDelete
  7. Review yg sempurna! Kayaknya gak perlu beli bukunya deh kalo udah baca review-an elo, Yu! Dari kemaren bahas ttg ibuk trus nih? Mama, simbok, ma'e, dll.

    ReplyDelete
  8. Tahu ga mba ini kisahnya mirip ibuku, dan bapakku juga.. mau beli jadinya...

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar Anda ^.^