credit |
Saat
malam tiba kami sudah sampai di kaki gunung dan mendirikan tenda untuk menginap
malam ini. Api unggun cukup menghangatkan hawa dingin yang menusuk tulang dan
menghangatkan mataku yang menatap bebas langit malam.
“Bagaimana
kondisimu?” Mas Awan mendekatiku dan memberikan jahe hangat dalam sebuah gelas
alumunium lalu duduk tepat di samping kananku.
“Kamu
puas dengan pendakianmu pertamamu? Sudah kamu temukan perbedaan pendakianmu ke
puncak terjal ini dengan pengorbananmu mengubah dirimu selama 10 bulan ini?”
“Maksudnya
apa mas? Aku gak ngerti.” Aku semakin tertunduk. Rasa capekku menguap begitu
saja. Dan aku hanya bisa memainkan gelas yang dia berikan padaku.
“Bagaimana
jika kamu terluka atas semua tindakan bodohmu itu? Kamu tidak perlu
mengorbankan dirimu hingga jadi seperti ini. Kalau kamu kenapa-kenapa siapa
yang mau tanggung jawab?” Dia berbicara dengan entengnya tanpa memperhatikan
perasaanku. Dasar lelaki berhati dingin. Dia kembali melanjutkan kalimatnya.
“Aku
tahu kamu bukan seorang perempuan tangguh yang bisa latihan fisik begitu
kerasnya. Kamu itu cuma cewek manja yang lagi naksir sama kakak kelasmu. Kamu
itu bodoh.”
“Memang
aku bodoh, aku berusaha mengikuti semua latihan keras itu untuk mendapatkan
perhatian mas Awan. Aku mengorbankan semua hobiku untuk berjuang keras di
ekskul ini.
Tapi aku tidak pernah mengeluh dengan semua keputusanku ini mas.
Aku berjuang untuk mempertahankan cinta yang mulai tumbuh di hatiku. Aku setia
dengan semua pengorbanan ini.” Aku berusaha berbicara setenang mungkin dan aku
sekarang tidak baik-baik saja. Aku ingin menangis. Oh tidak, air mata ini
keluar begitu saja.
“Kamu
tahu kenapa aku sangat tidak suka dengan sifat keras kepalamu ini?” Aku hanya
diam. “Karena aku tidak mau kamu terluka, baik fisikmu maupun hatimu.”
Hening.
“Jangan
pernah menjadi orang lain untuk mendapatkan cinta yang kau inginkan. Itu bukan
cinta tapi ambisi. Aku tahu sejak awal tahu perasaanmu untukku. Pada akhirnya
aku takut melihat semua pengorbananmu untukku. Aku takut kamu terluka. Aku
takut kamu sakit. Dan aku lebih takut tidak bisa melihat senyum dan tawa
gembiramu itu. Jadilah dirimu sendiri. Biarkan cinta itu yang memilihmu. Tidak
ada yang lebih baik daripada mencintai dengan apa adanya. Aku minta maaf.”
Sekarang
aku tahu hati itu memang bukan untukku saat ini, tapi aku merasa lebih baik
dengan semua ini. Meskipun saat ini cukup sakit rasanya patah hati namun aku
mendapatkan semangat baru dalam hidupku. Semua perjuanganku terjawab lengkap
dengan proses yang sangat indah. Aku akan belajar mencintai orang lain dengan
menjadi diriku sendiri. Mungkin cintanya akan memilihku suatu saat nanti.
“Biarkanlah
bunga edelweis itu tumbuh abadi pada tempat yang semestinya. Bagiku, kamu
adalah bunga edelweis terindah yang pernah ada.” Itulah kalimat terakhir mas
Awan untukku malam itu dan berlanjut hening.
Note: 426 words
***
"Flash Fiction ini disertakan dalam Giveaway BeraniCerita.com yang diselenggarakan oleh Mayya dan Miss Rochma."
WOw kerenn :D
ReplyDeleteTerima kasih mbak hana :D
DeleteBagus :D kunjungin blog saya juga, ya! nattyral.blogspot.com :) makasih :D
ReplyDeleteTerima kasih mbak natania.. makasih sudah berkunjung..
ReplyDeleteSaya siap meluncuuurrr kesanaa :)
jadi pingin nih belajar flash fiction, sudah pernah ikut kontes ya mbak???
ReplyDeleteini pertama kalinya saya ikut kontes mas Joe, dan tulisan ini flash fiction pertama yang saya buat..:)
Deletesemangat belajarnya yaa.. makasih sudah berkunjung ^^
hiks hiks sedih..
ReplyDelete