credit |
Matanya menahan kantuk yang teramat sangat di tengah malam yang dingin
ini. Hanya berselimutkan sarung tipis dan beralaskan tikar pandan yang sudah
robek di ujungnya. Lampu teplok sudah semakin murung, minyak tanah di tabungnya
semakin surut. Namun, semangat Bayu untuk menjejalkan kalimat demi kalimat
dalam beberapa lembar kertas buram tetap terjaga. Sesekali dia berdiri dan
mengayunkan tangan kanannya ke kanan dan ke depan wajah kusutnya. Kadang dia
hanya terdiam menatap nyala api lampu teplok yang bergoyang tertiup angin
malam. Dia sedang menghafal. Memahami makna tulisan di kertas yang dipegangnya.
Itulah aktivitas rutin Bayu selepas sholat isya’ hingga larut seminggu
ini. Jejeran paragraf itu sedikit demi sedikit mulai dia lahap dengan sempurna.
Tikar pandan dijadikan panggung, hingga dia bisa berjalan ke kanan dan kiri
sesekali untuk memantapkan suara lantangnya. Jika adik-adiknya masih terjaga,
maka Bayu akan berlatih membaca pidato di atas dipan dengan kasur yang sudah
tipis. Dan suaranya akan semakin lantang mantap.
Tak jarang, ibu dan kedua adiknya menjadi juri dan penonton dadakan
yang akan menilai pidatonya. “Abang Bayu pasti menang.” Celetukan adiknya selalu sama setiap Bayu
selesai mendeklamasikan pidato dan meminta adiknya berkomentar. Bayu hanya
tersenyum. Semoga.
Bayu kembali duduk dan melipat naskah pidatonya. Dimasukkannya ke
dalam tas ransel usang kesayangannya. Nyala api dalam lampu teplok sudah padam.
Bayu tertidup lelap di balik sarung lusuh dengan nyamannya.
***
“Abang jangan lupa berdo’a ya...” Kalimat ibunya kembali teringat saat
dia menginjakkan kaki kanannya di tangga pertama saat menaiki panggung
pidatonya.
“Bismillahirohmanirrohiim.” Langkah Bayu semakin mantap ketika kakinya
tepat di bibir panggung. Sedikit menghela nafas yang cukup dalam. Dia memulai
pidatonya.
“Kejujuruan harus dimulai sejak kecil dan dari hal kecil, seperti
contoh, tidak boleh curang saat ujian misalnya menyontek jawaban teman. Itu juga
merupakan perbuatan tidak terpuji dan dibenci Allah…” Pidato Bayu sungguh lancar
dengan logat medhok Jawanya. Gayanya masih sama seperti dia latihan selama
seminggu ini diatas tikar pandannya. Tangannya terus diayunkan ke kanan dan ke depan,
suaranya lantang dan mantap.
***
“Emak… Bayu juara satu mak...” Bayu berlari kedalam rumah dan
menunjukkan piala serta amplop putih berisi lembaran uang kertas kepada ibunya.
***
Note: 368 kata
ekspresi si emak...mesti semeringah ....beroles kebanggaan dan kebahagian :)
ReplyDelete#selamat bayu... :)
ekspresi yang sangat tulus dari seorang ibu :)
DeleteSelamat ya Bayu,
ReplyDeleteterima kasih :)
DeleteSenangnya hati emak...
ReplyDeletePasti ^.^
Deletehasil yang melegakan dari usahanya yah :)
ReplyDeleteIya benar sekali Miss, senang sekali rasanya :D
DeletePesannya tersampaikan dengan sempurna :)
ReplyDeleteterima kasih ^^
DeleteBagus ceritnya mbak, gak mengada-ada :D Sep
ReplyDeleteTerima kasih mbak Aisyah :)
ReplyDeleteNice :)
ReplyDeleteterima kasih =D
Deleteselamat ya bayu, kmu menang :D
ReplyDeleteBagi amplopnya donx :D
makasih kakak..
Deleteamplopnya uda dibuat beli lampu kak :D
selamat ya bayu, kmu menang :D
ReplyDeleteBagi amplopnya donx :D