Hari ini digadang sebagai perayaan hari ibu di seluruh dunia, rasanya tidak afdol jika tidak membuat sebuah postingan yang berbau dengan tema
besar di dunia pada hari ini, teknik SEO, haha. Mengulas tentang ibu memang
tidak ada habisnya bahkan bisa menimbulkan peperangan antar ibu yang biasa
disebut mom’s war karena saking
banyaknya perbedaan pendapat masing-masing kepala. Tema yang paling populer
dalam ‘perang’ tersebut adalah: ibu pekerja vs ibu rumah tangga, bayi asi vs
bayi sufor, dan sekolah formal vs homeschooling.
Jujur saja, karena saya masih belum merasakan menjadi seorang ibu jadi ya tidak
bisa ikut berkomentar dalam peperangan yang terjadi. Hanya saja saya punya
kondisi yang saya harapkan ideal jika bayi saya sudah lahir, insyaallah kurang
dari 6 bulan lagi. Kondisi ideal itu saya ciptakan dari pengalaman orang-orang
disekitar saya, dari apa yang saya rasakan sebagai seorang anak. Ya, kondisi
ideal yang saya maksud adalah memberikan pakem agar tidak keluar jalur tapi
sebisa mungkin tetap fleksibel dengan keadaan dan saran ‘tetangga’.
Mengenai ibu pekerja vs ibu rumah tangga, hal ini masih menjadi
kegalauan tersendiri bagi saya yang pernah saya tulis pada postingan ini, yang sampai saat ini belum bisa mantab atas satu
pilihan saja. Jika dilihat dari histori saya sebagai anak, ibu dan ayah saya
adalah seorang pekerja dan saya diasuh oleh kakek, nenek, bulek, dan ditinggal
di desa sedang orang tua bekerja di Surabaya. Saya terpisah dari ibu sejak lahir, jadi dari bayi saya sudah menjadi
anaknya simbah dan ketemu orang tua paling cepat satu minggu sekali setiap
akhir pekan saja. Honestly, I have to say
that I have no bonding with my parents. Secara kasar saya bisa bilang kalau
orang tua cuma menyediakan kebutuhan finansial saja, sedangkan selama proses
tumbuh kembang dan semua pelajaran hidup saya dapatkan dari simbah dan bulek. Dari
bayi yang mengurus adalah simbah dan bulek, tiap ada PR sekolah atau penerimaan
rapor yang maju ya simbah atau bulek, yang ikut jauh-jauh mengayuh sepeda
onthel ke kota untuk mendaftar sekolah favorit ya simbah, yang mengajari sholat
dan ngaji ya simbah, bahkan yang menghajar saya dengan pecut lontar juga simbah
jika saya berpaling dari jadwal rutin mengaji. Yang ibu saya tahu hanyalah
semua buku pelajaran sekolah tersedia, uang jajan tidak pernah kurang, dan saya harus
berprestasi. Bisa dibilang saya tidak pernah tinggal satu rumah dengan ibu,
sampai SMA di Lamongan dengan simbah, kuliah ngekos di Surabaya sedang ibu
tinggal di Sidoarjo, selama kerja saya di Cikarang, dan puncaknya setelah
menikah saya ikut suami ke Sampit. Meskipun ibu yang notabene seorang single fighter sejak saya SMA, tetap
bekerja keras agar kebutuhan saya tidak pernah kurang meskipun harus diganjar
dengan saya yang tidak pernah tidur satu kasur dengan ibu. Kadang sedih melihat
teman-teman yang begitu akrab dengan ibu mereka, bisa menceritakan segala hal
kepada ibu, bisa peluk cium ibu semau mereka, dan hal tersebut tidak berlaku
pada saya. Seperti ada jurang lebar yang memisahkan kami jika sudah menyangkut
urusan perasaan. Jujur saja, sampai saat ini saya lebih nyaman menceritakan
semua kisah saya pada bulek yang dulu mengajari saya apa adanya. Tapi, jika
tidak ada ibu saya ini, saya tidak akan pernah bisa lulus kuliah dan bekerja
dengan mapan. Saya tetap mencintai ibu sebagai seorang penyelamat hidup. Dan ibu tetaplah ibu, surganya tidak akan terganti.
Kondisi ideal yang saya harapkan untuk anak-anak kelak adalah, saya
selalu ada untuk mereka dari aspek apapun. Saya ingin menjadi pendukung utama
mereka entah itu dalam aspek emosional, pendidikan, bahkan finansial. Perihal bekerja
atau tidak, saya ingin seperti bulek, bekerja di rumah sebagai penjahit yang
nyatanya dulu bisa mengurus saya dan sekarang juga bisa mengurus keluarganya
sendiri. Masalah nanti dapat rejeki seperti apa juga tidak tahu, sekiranya
untuk saat ini saya sudah punya pakem yang menurut saya ideal. Mungkin bukan
penjahit, mungkin jadi penulis, baker,
atau punya usaha katering, apapun. Yang penting saya ingin anak-anak kelak
tidak akan pernah kehilangan sosok ibu seperti yang pernah saya alami. Itu saja.
Yang penting selalu mendo'akan ibu agar tetap sehat dan panjang umur. Mungkin nanti setelah mbak ayu lahiran ibu mbak selalu ada disamping mba dan ikut mengurusi cucunya nanti :)
ReplyDeleteinsyaallah iya mbaa
Deleteprioritas yang baik memang ke anak, ketimbang berkarir didunia kantoran
ReplyDeletehmmm.. beda orang beda prioritas hehe
DeleteSemoga keinginan baiknya diberi kelancaran ya, Mba :)
ReplyDeleteaamiin, insyaallah
DeleteApa yang dilakukan ibu adalah perjuangan dan bentuk kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Semoga keinginanya terwujud ya, mba :)
ReplyDeleteaamiin mbaa :)
Delete