Menjadi Ibu yang Seperti Apa? #1

Ibu, yang sangat susah saya temui tapi tetap saya cintai
Ibu, yang sangat susah saya temui tapi tetap saya cintai
Hari ini digadang sebagai perayaan hari ibu di seluruh dunia, rasanya tidak afdol jika tidak membuat sebuah postingan yang berbau dengan tema besar di dunia pada hari ini, teknik SEO, haha. Mengulas tentang ibu memang tidak ada habisnya bahkan bisa menimbulkan peperangan antar ibu yang biasa disebut mom’s war karena saking banyaknya perbedaan pendapat masing-masing kepala. Tema yang paling populer dalam ‘perang’ tersebut adalah: ibu pekerja vs ibu rumah tangga, bayi asi vs bayi sufor, dan sekolah formal vs homeschooling. Jujur saja, karena saya masih belum merasakan menjadi seorang ibu jadi ya tidak bisa ikut berkomentar dalam peperangan yang terjadi. Hanya saja saya punya kondisi yang saya harapkan ideal jika bayi saya sudah lahir, insyaallah kurang dari 6 bulan lagi. Kondisi ideal itu saya ciptakan dari pengalaman orang-orang disekitar saya, dari apa yang saya rasakan sebagai seorang anak. Ya, kondisi ideal yang saya maksud adalah memberikan pakem agar tidak keluar jalur tapi sebisa mungkin tetap fleksibel dengan keadaan dan saran ‘tetangga’.
Mengenai ibu pekerja vs ibu rumah tangga, hal ini masih menjadi kegalauan tersendiri bagi saya yang pernah saya tulis pada postingan ini, yang sampai saat ini belum bisa mantab atas satu pilihan saja. Jika dilihat dari histori saya sebagai anak, ibu dan ayah saya adalah seorang pekerja dan saya diasuh oleh kakek, nenek, bulek, dan ditinggal di desa sedang orang tua bekerja di Surabaya. Saya terpisah dari ibu sejak  lahir, jadi dari bayi saya sudah menjadi anaknya simbah dan ketemu orang tua paling cepat satu minggu sekali setiap akhir pekan saja. Honestly, I have to say that I have no bonding with my parents. Secara kasar saya bisa bilang kalau orang tua cuma menyediakan kebutuhan finansial saja, sedangkan selama proses tumbuh kembang dan semua pelajaran hidup saya dapatkan dari simbah dan bulek. Dari bayi yang mengurus adalah simbah dan bulek, tiap ada PR sekolah atau penerimaan rapor yang maju ya simbah atau bulek, yang ikut jauh-jauh mengayuh sepeda onthel ke kota untuk mendaftar sekolah favorit ya simbah, yang mengajari sholat dan ngaji ya simbah, bahkan yang menghajar saya dengan pecut lontar juga simbah jika saya berpaling dari jadwal rutin mengaji. Yang ibu saya tahu hanyalah semua buku pelajaran sekolah tersedia, uang jajan tidak pernah kurang, dan saya harus berprestasi. Bisa dibilang saya tidak pernah tinggal satu rumah dengan ibu, sampai SMA di Lamongan dengan simbah, kuliah ngekos di Surabaya sedang ibu tinggal di Sidoarjo, selama kerja saya di Cikarang, dan puncaknya setelah menikah saya ikut suami ke Sampit. Meskipun ibu yang notabene seorang single fighter sejak saya SMA, tetap bekerja keras agar kebutuhan saya tidak pernah kurang meskipun harus diganjar dengan saya yang tidak pernah tidur satu kasur dengan ibu. Kadang sedih melihat teman-teman yang begitu akrab dengan ibu mereka, bisa menceritakan segala hal kepada ibu, bisa peluk cium ibu semau mereka, dan hal tersebut tidak berlaku pada saya. Seperti ada jurang lebar yang memisahkan kami jika sudah menyangkut urusan perasaan. Jujur saja, sampai saat ini saya lebih nyaman menceritakan semua kisah saya pada bulek yang dulu mengajari saya apa adanya. Tapi, jika tidak ada ibu saya ini, saya tidak akan pernah bisa lulus kuliah dan bekerja dengan mapan. Saya tetap mencintai ibu sebagai seorang penyelamat hidup. Dan ibu tetaplah ibu, surganya tidak akan terganti.

Baca juga: Dear, Mami

Kondisi ideal yang saya harapkan untuk anak-anak kelak adalah, saya selalu ada untuk mereka dari aspek apapun. Saya ingin menjadi pendukung utama mereka entah itu dalam aspek emosional, pendidikan, bahkan finansial. Perihal bekerja atau tidak, saya ingin seperti bulek, bekerja di rumah sebagai penjahit yang nyatanya dulu bisa mengurus saya dan sekarang juga bisa mengurus keluarganya sendiri. Masalah nanti dapat rejeki seperti apa juga tidak tahu, sekiranya untuk saat ini saya sudah punya pakem yang menurut saya ideal. Mungkin bukan penjahit, mungkin jadi penulis, baker, atau punya usaha katering, apapun. Yang penting saya ingin anak-anak kelak tidak akan pernah kehilangan sosok ibu seperti yang pernah saya alami. Itu saja.

8 comments:

  1. Yang penting selalu mendo'akan ibu agar tetap sehat dan panjang umur. Mungkin nanti setelah mbak ayu lahiran ibu mbak selalu ada disamping mba dan ikut mengurusi cucunya nanti :)

    ReplyDelete
  2. prioritas yang baik memang ke anak, ketimbang berkarir didunia kantoran

    ReplyDelete
  3. Semoga keinginan baiknya diberi kelancaran ya, Mba :)

    ReplyDelete
  4. Apa yang dilakukan ibu adalah perjuangan dan bentuk kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Semoga keinginanya terwujud ya, mba :)

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung, silakan tinggalkan komentar Anda ^.^