credit |
Ayah Liza keluar dari ruang kerjanya sambil mengacungkan sepucuk surat. "Liza," katanya, "aku sedang mencarimu. Masuklah ke ruang kerjaku."
Liza mengikuti ayahnya memasuki ruang kerja, dan ia menduga bahwa apa yang akan disampaikan oleh ayahnya tentu berhubungan dengan surat yang dipegangnya. Mereka duduk berdua saling berhadapan. Liza menyusun kata-kata dalam kepalanya untuk memberikan penjelasan yang tepat.
“Kau perempuan, tak pantas kau berkeliaran di luar sana tanpa mahram!” Ayah Liza mendelik seolah ingin segera menerkam santapan empuk di hadapannya. Tangannya pun meremas surat seolah ingin menghancurkan hidup anak semata wayangnya.
“Tapi Liza menginginkanya Ayah. Itu cita-cita Liza sejak kecil.”
Suara Liza lemah namun ayahnya semakin geram. Semua nasehat yang membuat Liza bosan kembali harus dia dengarkan lagi. Perempuan tak usah kuliah tinggi. Kamu hanya perlu belajar agama dan bagaimana cara mengurus suamimu kelak. Ayah Liza mengacungkan tangannya tinggi-tinggi dan kembali menggebrak meja di hadapan Liza. Suaranya membahana. Ayanya murka.
“Kamu harus masuk ke pesantren itu karena kamu akan segera menikah dengan salah seorang Kyai muda di sana. Hidupmu akan lebih baik, dengar itu!”
“Tidak Ayah! Liza tidak mau!” Liza berdiri dan berusaha merebut surat yang akan menentukan nasibnya. Surat yang akan membawa cita-citanya semakin dekat padanya. Cita-cita almarhummah ibunya dulu.
“Dasar anak kurang ajar!” Plak.
Ayah Liza mencengkeram bahunya kuat-kuat. Ditatapnya mata Liza penuh dengan amarah. Hidung dan jenggot ayahnya mengendus seirama. Bagi ayahnya, perempuan tak perlu sekolah tinggi, perempuan cuma harus becus mengurus suami, perempuan hanya di rumah. Dan Liza telah membangkang.
"Ini hidup Liza, Ayah. Liza berhak menentukan jalan mana yang harus Liza tempuh. Liza tidak akan bahagia di pesantren itu. Liza tidak mau menikah dengan dia!"
"Pembangkang kau Liza. Besok akan kukirim kau ke pesantren itu!"
*****
Ruang kerja ayah Liza berantakan, brankasnya terbuka lebar. Sepucuk surat terselip di tumpukan map penting ayahnya.
“Liza akan kembalikan uang Ayah setelah Liza sukses menjadi dokter. Maafkan Liza, Ayah.”
*****
308 kata
Waduw... ayahnya katrok banget
ReplyDeletegemes sama laki2 yg berpikiran sempit kaya gitu >,<
Hih!
dan hal semacam itu masih terjadi :(
Delete:( wahh.. kasian Liza.
ReplyDeletetapi nakal ya :(
Deletedemi cita-cita..,hiks
ReplyDeletemilih cita2 apa nikah hayo?
DeleteGo Liza ... go ...
ReplyDeletego kemana inih?
Deletedr noichil komen, serasa senasib hihi
ReplyDeleteuntung bapakku g gtu ya :D
Alhamdulillah, jangan sampe kek gitu ya Jiah
Deleteberjuanglah Lizaaaa...aku mendukungmuuuuu *halah* hihihihi
ReplyDeletedemi mimpi hmmfft
Deletesemoga ayahnya Liza diberikan hidayah, aamiin :D
ReplyDeletehehe..
aamiin..
Deleteapapun alasannya..perbuatan maling tetaplah maling , sayang sekali...tujuannya baik untuk kuliah kedokteran, tapi caranya salah..mengaawali langkahnya dengan menjadi maling ,
ReplyDeletesalam..keep happy blogging :-)
Huaaa bukan aku bukan aku.. itu hanya fiksi :p
Deletegapapalah nyolong punya ortu
ReplyDeletetoh mereka cari duit juga buat anaknya
*sambit panci
*sambit clurit wuakakak
Deletehihi liza semangat banget :)
ReplyDeletesemangat nyolong ya mbak
Deletexixixixi...bagus ceritanya nih, begitulah orang tua, pengen memberikan anaknya yang terbaik, cuman anak sudah dewasa punya pemikiran sendiri. salam.
ReplyDeletetapi cara anaknya juga salah ya sob
Deletehaduuu, ngeri mbayangin liza pergi dg cara yg gak enak gitu :(
ReplyDeletesama :(
Deletekenapa pergi dengan membobol brankas ayahnya? brankas dengan mudah bisa dibobol ya?
ReplyDeleteehmm.. sepertinya liza tau kodenya Miss
DeletePasti dia tau kode brankas ayahnya! Hehehe
ReplyDeleteNah!
Deletekadang kala kita harus mengalah, dan kadang kala kita tidak boleh kalah.
ReplyDeleteTapi kalo sama orang tua mungkin lebih baik nurut dan dibicarakan baik2 :)
Deleteapa harus pergi tanpa restu seperti itu :( hiks
ReplyDeleteseharusnya sih jangan kek gitu ya mbak
Delete