credit |
Aku berusaha meyakinkan Abdul, temanku mengaji, agar mengurungkan niat mencuri sepatu merah yang sedang bertengger manis di pelataran masjid. Abdul berkeras hati untuk memungut sepatu yang menurutnya akan pas di kaki tanggungnya.
“Kau tau kan bapak dan emakku tak akan sanggup membelikan aku sepatu mahal itu.”
“Tapi kau tak boleh mencuri lah, Dul. Kau masih ingat kan apa kata Pak Ustad waktu ngaji kemarin? Mencuri itu perbuatan dosa, Dul.”
Abdul sepertinya sedang berpikir, namun matanya tak lepas dari sepatu merah yang dia inginkan. Aku menggenggam tangan Abdul dengan erat, kepalanya menoleh kearahku dan kutatap matanya lekat-lekat.
“Aku tak peduli. Cuih!”
Abdul beranjak dan tangannya menyambar sepatu merah di hadapannya. Aku hanya bisa menarik napas dalam-dalam dan segera mengadu ke pak Ustad.
****
“Mau jadi apa kau nanti, hah? Dasar anak tak tahu diuntung. Pergi kau dari rumah ini!”
Bapak Abdul murka mengetahui anak semata wayangnya mencuri. Lantas, Abdul pun pergi dari rumah hanya dengan membawa sepatu merah curiannya.
Keputusan yang salah. Kepergian Abdul dari rumah harus membuatnya menggelandang di jalanan. Wajahnya mengernyit dan meringis kelaparan. Dia pun harus memungut apapun yang bisa dimakan kembali olehnya, asalkan kenyang. Tidur pun sembarang, asal tak mengambil alih lahan penginap jalanan lainnya, dia masih bisa tidur nyenyak dengan sepatu merah kusam yang tak pernah dia lepaskan dari kakinya.
Pagi hari adalah waktu yang tepat untuknya mengelana. Kaos hijau kumal, celana kain biru dongker, seragam mengajinya, yang sudah tak lagi berwarna seperti semula. Dan sepatu merah hasil curian yang sudah bolong disana sini masih menemani dengan setia langkahnya yang tak pernah pasti. Langkahnya terhenti.
“Ah, tutup botol ini bisa aku gunakan untuk mencari uang.”
Suara parau Abdul yang kalah dengan bunyi klakson mobil tetap dia perdengarkan pada pengguna jalan yang enggan memalingkan muka ke arahnya. Sesekali Abdul merangsek ke dalam angkutan kota untuk mendapat recehan uang. Lumayan untuk beli nasi pecel, begitulah seterusnya.
12 hari setelah kepergian Abdul dari rumah.
Sayang aku bukanlah bang Toyib.
Yang tak pulang-pulang.
Yang tak pasti kapan dia datang.
Seseorang melempar uang recehan dari balik kaca mobil besar di tengah jalan. Dengan penuh ambisi Abdul berlari ke jalanan tanpa melihat keramaian jalan yang memang tak pernah sabar untuk melintas. Sedangkan sebuah motor sedang melaju dengan cukup kencang dan berhasil melambungkan tubuhnya ke udara beberapa saat. Seperti jatuh dan tertimpa tangga. Salah satu kakinya terlindas.
Darah segar mengalir deras dan enggan untuk berhenti. Abdul masih tersadar dan mengetahui sepatu merah butut sebelah kiri terlepas dari kakinya. Abdul semakin terperanjat saat mengetahui kaki kirinya pun terpisah dari tubuhnya.
Seketika pandangan Abdul menjadi gelap.
*****
“Kau masih berniat mencuri sepatu merah itu, Dul?”
Aku melepas genggamanku dari tangannya yang sudah banjir oleh keringat dingin. Nafasnya masih terengah. Tak lama, aku melihat Abdul menata rapi sepatu dan sandal di pelataran masjid jama’ah sholat Jum’at.
*****
460 kata
Oh mimpi ini yah,
ReplyDeleteSerem baca sambil ngebayangin kakinya terpisah dari tubuhnya.. :D
Bukan mimpi sih mbak sebenernya, hehe
Deleteterinspirasi dr cerita saya kah? hihi *ge er*
ReplyDeletelinu mba ngebayangin kakinya terpisah dr tubuhnya huhu..
yang cuir2 itu iya mbak. tapi bagian lainnya gegara nonton breaking dawn 2.. huehehe
Deletebreaking down ya? yang bagian abdul terlempar itu?
Deletedi ceritamu ini, bagian itulah yang menurutku tidak logis. seberapa kerasnya kah hempasan tubuh abdul sampai membuat kakinya terlepas? abdul terbentur apa atau terlindas apa sampai buat kakinya terlepas? bagiku yang kadang liat film thriller, bagian ini jadi butuh penjelasan lanjut :)
yang transfer penglihatan masa depan Miss yang terinspirasi dari breaking dawn.
DeleteIya yah, sepertinya saya membuatnya terlalu ekstrim. jadi bayangan saya, saat si Abdul nyebrang dia tertabrak motor hinggal terpental lalu setelah dia jatuh kakinya terlindas oleh mobil yang lewat hingga remuk.
aku tahu maksudnya.
ReplyDeletesi Aku ini punya kekuatan ya yang bisa melihat masa depan dengan mentransferkannya pada si Abdul.
Ketebak deh. Makasih mbak Mel :D
Deleteada yang hilang nih mbak...
ReplyDeletecoba kita telusuri. di paragraf awal dikatakan kalau tokoh abdul tetap menyambar sepatu itu, dan si tokoh Aku SEGERA mengadu ke ustad.
di paragraf akhir dikatakan kalau tokoh Abdul 'tersadar' dari 'visi masa depannya' saat tokoh Aku sedang memegang tangannya.
pertanyaan : kapankah tokoh Aku memegang tangan Abdul jika dia langsung mengadu pada ustad? :)
Nah, sebelumnya si Abdul menyambar sepatu itulah momen dimana Aku memegang tangan Abdul.
Deleteseperti kata mbak Mel, bahwa Aku mempunyai sebuah kekuatan.
#terinspirasi dari film breaking dawn :)
Si Abdulnya mengkhayal kah? #masihbingung# :)
ReplyDeletehayoo tebak,, sudah ada yg berhasil menebaknya lho mbak :)
Deletehuh! bayangan ke depan... alhamdulillah kalo g jd nyuri
ReplyDeleteAlhamdulillah, ikut senang :)
DeleteYah, sekalian baca komen2 di atas. Logis gak logis sih gak masalah, namanya juga lagi ngebayangin, apalagi ngebayangin yang enggak2! Hehehe
ReplyDeletehahahahah.. imnajinasiku liar banget yaakk
DeleteWow...idenya keren lho. Hebat nih si 'aku' heuheuheu
ReplyDeleteBaru sempet mampir ke sini. Dan setelah baca di bagian ending, saya langsung inget sama Alice.. :D
ReplyDeleteCuma gak dijelasin masalah 'penglihatannya' ya? Jadi banyak yang bingung.